Senin, 26 Maret 2012

Pendidikan Kesehatan bagi Pelajar Perlu Bertahap

Jakarta, Pendidikan kesehatan bagi anak-anak sekolah perlu dilakukan secara bertahap. Pemerintah mendukung pendidikan kesehatan bagi anak sekolah melalui program usaha kesehatan sekolah (UKS) dan dokter kecil di jenjang SD, serta pengembangan kader kesehatan remaja di kalangsan siswa SMP dan SMA.
Program UKS dan dokter kecil sudah menjadi program pendidikan di sekolah. "Harapannya tidak hanya di SD, di SMP dan SMA juga perlu dilanjutkan dengan mengembangkan kader kesehatan remaja," kata Direktur Bina Kesehatan Anak Kementerian Kesehatan, Kirana Pritasari, pada peluncuran program Dokter Kecil Award 2012, Senin (26/3/2012) di Jakarta.
Menurut Kirana, pendidikan kesehatan di SD, utamanya untuk menyosialisasikan perilaku hidup sehat secara pribadi. Tujuannya supaya anak-anak SD dapat menerapkan perilaku hidup sehat sehari-hari secara mandiri, seperti mandi, menggosok gigi, serta mencuci tangan pakai sabun.
"Di SD, tantangannya adalah konsistensi pesan di sekolah dan rumah. Sebab, anak-anak SD ini kan sifatnya meniru. Karena itu, pemberian contoh dari orang dewasa akan membuat pesan perilaku hidup sehat pada anak bisa efektif," tutur Kirana.
Pendidikan kesehatan pribadi sejak dini ini penting. Sebab, perilaku hidup sehat masih menjadi tantangan di kalangan anak-anak dan keluarga.
Indeks pembangunan kesehatan masyarakat 2010 menunjukkan, rumah tangga yang memenuhi kriteria perilaku hidup sehat dan bersih dengan kategori baik secara nasional baru berkisar 35,7 persen. Adapun penduduk yang berperilaku benar dalam kebiasaan cuci tangan pakai sabun secara nasional hanya berkisar 24,5 persen. Padahal, perilaku hidup bersih dan sehta serta cuci tangan pakai sabun sangat efektif untuk mencegah beragam masalah kesehatan.
Menurut Kirana, pendidikan kesehatan pribadi pada murid SD perlu diperkuat sehingga menjadi perilaku hidup di kemudian hari. Anak-anak ini bisa menularkan perilaku hidup sehat dan bersih pada teman sebaya dan keluarga.
Adapun di jenjang SMP dan SMA, pendidikan kesehatan difokuskan pada informasi perilaku hidup yang berisiko. "Anak-anak remaja kan suka menantang bahaya, jadi perlu diberi pendidikan kesehatan yang membuat mereka paham akan risiko dari pilihan hidup yang tidak sehat," kata Kirana.
Soal perilaku keselamatan berkendara sepeda motor, misalnya, bisa jadi salah satu tema pendidikan kesehatan. Demikian juga dengan merokok. Topik kesehatan lain yang juga penting bagi remaja, yakni informasi mengenai risiko mengonsumsi minuman keras, narkoba, dan seks bebas. Juga perlu diinformasikan soal kesehatan reproduksi hingga bahaya HIV/AIDS.
"Di jenjang SMP dan SMA perlu mengajak siswa untuk menjadi kader kesehatan remaja, sehingga bisa menjadi agen perubahan untuk menghindarkan diri dari perilaku hidup yang berisiko terhadap kesehatan dan keselamatan jiwa. Para remaja ini dibimbing sekolah dan tenaga kesehatan yang ada mulai dari Puskesmas," papar Kirana. 

KOMPAS.com

Minggu, 25 Maret 2012

Boediono: Pendidikan adalah Investasi

Cilegon Wakil Presiden Boediono menyebut pendidikan adalah investasi yang dibutuhkan anak-anak bagi masa depan mereka. Boediono mengaku senang sistem swakelola dalam rehabilitasi kelas yang rusak.

"Pendidikan ini investasi juga, pendidikan sangat-sangat dibutuhkan demi masa depan anak-anak. Di antara investasi yang sangat prioritas adalah investasi buat anak-anak," ujar Boediono di Cilegon, Banten, Minggu (25/3/2012).

Menurut Boediono. pembangunan rehabilitasi kelas sejauh ini sudah baik. "Saya dapatkan common sense, perasaan, kita rasakan, program pembangunan ruang kelas SD-SMP, yang tahun ini kita targetkan semuanya baik swasta maupun negeri itu, sebanyak 173.000 ruang kelas," terangnya.

Pada pembangunan rehabilitasi kelas ini, pemerintah menerapkan pola kerja swakelola di mana sekolah dibantu oleh masyarakat.

"Saya senang, tadi saya cek, pengelolanya kompeten, ada kepala sekolah yang melaksanakan secara swakelola. Kalau dilaksanakan dengan baik tentu sangat ekonomis. Tidak perlu ada margin untuk pemborong/kontraktor, tidak perlu ada pajak. Jadi memang dilaksanakan secara kolegial," sebutnya.

Boediono juga memberika apresiasi kepada guru yang mengajar jauh di daerah-daerah pedesaan. Guru-guru tersebut disebut sebagai tulang punggung bagi para pengajar khususnya bagi para pengajar wanita.

Tidak hanya itu, mantan Gubernur BI ini juga berharap dapat melakukan rehabilitasi di tingkat SMA meski belum secara massal dapat dilakukannya.

"Belum secara massal karena uangnya kurang. Insya Allah, APBNP nanti akan menampung uang yang lebih banyak," ucapnya.

Muhammad Taufiqqurahman - detikNews

Rabu, 21 Maret 2012

Pemikiran Tokoh Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan


Manusia sebagai mahkluk yang mempunyai rasa keingintahuan tentang segala hal melahirkan proses pembelajaran. Sehingga seiring perkembangan menciptakan teori-teori dan pandangan tentang proses belajar mengajar dalam pembelajaran. Pandangan yang pertama adalah :
Pandangan kritik sosial dalam pembelajaran atau Teori Belajar Humanistik, yaitu proses belajar harus dimulai an ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Pelopornya adalah Jurgen Habermas. Teori ini lebih bersifat abstrak atau bisa dikatakan mengkaji bidang filsafat. Teori ini banyak membicarakan tentang pembentukan diri. Belajar untuk mencapai apa yang dicita-citakan oleh manusia atau konsep untuk membentuk manusia yang dicita-citakan.
Dalam pelaksanaannya, teori humanistik ini antara lain tampak juga dalam pendekatan belajar yang dikemukakan oleh Ausbel (Rene: 1996). Pandangannya tentang belajar bermakna atau meaningful learning, mengatakan bahwa belajar merupakan asimilasi bermakna. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Faktor motifasi dan pengalaman emosional sangat penting dalam peristiwa belajar. Banyak tokoh dalam aliran humanistik, diantaranya ialah
1. Kolb (Rene: 1996) yang terkenal dengan “Belajar Empat Tahap”,
2. Honey dan Mumford dengan pembagian macam-macam siswa,
3. Hubermas dengan “Tiga Macam Tipe Belajar, serta
4. Bloom dan Krathwahl yang terkenal dengan “Taksonomi Bloom.
1. Pandangan Kolb :
Menurut pandangan ini, belajar dibagi menjadi empat tahap :
1. Tahap Pengalaman Kongkret
2. Tahap Pengamatan Aktif dan Reflektif
3. Tahap Konseptualitas
4. Tahap Eksperimentasi Aktif
2. Pandangan Honey dan Mumford
Menggolongkan kelompok belajar menjadi empat macam :
1. Kelompok Aktivis
2. Kelompok Reflektor
3. Kelompok Teoris
4. Kelompok Pragmatis
Masing-masing kelompok mempunyai karateristik yang berbeda-beda.
3. Pandangan Hubermas
Pandangan ini berdasarkan pada interaksi dengan lingkungan, baik itu lingkungan alam maupun lingkungan sosial. Yaitu :
1. Belajar Teknis
2. Belajar Praktis
3. Belajar Emansipatoris
4. Aplikasi Teori Belajar Humanistik dalam Kegiatan Pembelajaran.
Kegiatan belajar yang dirancang secara sistematis, tahap demi tahap untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan memperhatikan segala aspek akan membuat belajar lebih bermakna sehingga menambah pengalaman belajar bagi para siswa. Langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan humanistic dapat digunakan sebagai acuan. Langkah-langkah tersebut yaitu :
1. Menentukan tujuan pembelajaran
2. Menentukan materi pembelajaran
3. Mengidentifikasi kemampuan awal peserta didik
4. Mengidentifikasi topik-topik pelajaran yang memungkinkan siswa secara aktif melibatkan diri dalam belajar
5. Merancang fasilitas belajar seperti lingkungan dan media pembelajaran
6. Membimbing siswa belajar secara aktif
7. Membimbing siswa untuk memahami hakikat atau makna dari pengalaman belajar
8. Membimbing siswa dalam membuat koseptualitas pengalaman belajarnya
9. Membimbing siswa dalam mengaplikasikan konsep-konsep baru ke dalam situasi nyata
10. Mengevaluasikan proses dan hasil belajar
Pandangan yang kedua adalah Pandangan Progresif dalam pembelajaran, yaitu peserta didik dipandang sebagai orang yang merupakan bagian dari masyarakat, sehingga proses pendidikan harus memiliki orientasi terhadap masyarakat.
Menurut Dewey, terdapat tiga tingkatan kegiatan yang biasa dipergunakan sekolah. Yaitu : Tingkatan pertama, untuk anak pada pendidikan pra sekolah; Tingkatan kedua, penggunakan bahan belajar yang bersumber dari lingkungan; Tingkatan ketiga, anak menemukan ide-ide atau gagasan, mengujinya dan menggunakan ide-ide atau gagasan tersebut untuk memecahkan persoalan yang sama.

Pandangan progresif memilki cara pandang berbeda dengan pendidikan tradisional, dalam hal :
1. Guru memiliki kendali dalam pembelajaran
2. Hanya percaya bahwa buku sebagai satu-satunya sumber informasi
3. Belajar yang pasif dan cenderung tidak faktual (behavior)
4. Memisahkan sekolah dengan masyarakat
5. Menggunakan hukuman fisik dalam menegakkan disiplin (behavior)

Pendidikan progresif mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Berikan kebebasan kepada anak untuk berkembang secara alamiah
2. Minat dan pengalaman langsung merupakan rangsangan yang paling baik untuk belajar
3. Guru memiliki peran sebagai nara sumber dan pembimbing kegiatan belajar
4. Mengembangkan kerja sama antara sekolah dengan keluarga, dan
5. Sekolah progresif harus menjadi laboratorium reformasi dan pengujian pendidikan.

Pandangan ketiga adalah Pandangan Sosiokultural Konstruktifis dalam Pendidikan, yaitu siswa secara terus menerus memeriksa informasi-informasi baru yang berlawanan dengan aturan lama dan merevisi aturan-aturan tersebut jika tidak sesuai lagi.
Revolusi kontruktif memiliki akar yang kuat dalam sejarah pendidikan yang lahir dari gagasan Piaget dan Vygotsky yang menekankan perubahan kognitif hanya terjadi konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasi-informasi baru.

Terdapat empat prinsip kunci dari teori kontruktif modern, yaitu :
1. Penekanannya dari hakikat sosial dari pembelajaran
2. Ide bahwa belajar paling baik apabila konsep itu berada dalam zona perkembangannya mereka
3. Adanya penekanan pada keduanya, yaitu hakikat social dari belajar dan zona perkembangan terdekat yang dinamakan dengan pemagangan kognitif.
4. adanya pemagangan kognitif (proses).

Menurut teori konstrukstif, pengetahuan bukanlah kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap obyek. Guru memiliki peran membantu agar proses pengonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Artinya guru hanya membantu siswa untuk membentuk pengatahuannya sendiri.
Pandangan selanjutnya ialah Pandangan Ki Hadjar Dewantara Terhadap Pendidikan. Menurut beliau, pendidikan adalah upaya untuk memerdekakan manusia dalam arti bahwa menjadi manusia yang mandiri agar tidka tergantung kepada orang lain baik lahir maupun batin. Ada beberapa falsafah yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan, yaitu :
1. Segala alat, usaha dan juga cara pendidikan harus sesuai dengan kodratnya
2. Kodratnya itu tersimpan dalam adat istiadat setiap masyarakat dengan berbagai kekhasan, yang kesemuanya itu bertujuan untuk mencapai hidup tertib dan damai
3. aDat istiadat sifatnya selalu berubah (dinamis)
4. Untuk mengetahui karateristik masyarakat saat ini diperlukan kajian mendalam tentang kehidupan masyarakat tersebut di masa lampau, sehingga dapat diprediksi kehidupan yang akan dating pada masyarakat tersebut
5. Perkembangan budaya masyarakat akan dipengaruhi oleh unsur-unsur lain, hal ini terjadi karena pergaulan antar bangsa.
Ruang Lingkup Kebudayaan Dalam Pendidikan
Menurut Tylor (1871) kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hokum, adapt istiadat, dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. J.J. Honningman membuat perbedaan atas tiga gejala kebudayaan, yaitu : Ideas, Activities dan Artifacts. Sedangkan Koentjaraningrat (1996) membedakan kebudayaan dengan empat wujud, yaitu : Artifact, Sistem tingkah laku dan tidakan berpola, Sistem gagasan, dan Sistem ideologis.
Unsur-unsur pokok kebudayaan dibagi 4, ini menurut Melville J. Herskovits, yaitu :
1. Alat-alat teknologi
2. Sistem ekonomi
3. Keluarga, dan
4. Kekuasaan politik.
Sedangkan menurut Malinowski, unsur-unsur pokok kebudayaan sebagai berikut :
1. Sistem norma yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat di dalam upaya menguasai alam sekelilingnya.
2. Organisasi ekonomi
3. Alat-alat dan lembaga atau petugas pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
4. Organisasi kekuatan
C. Kluckhohn (1953) menyebutkan unsur-unsur kebudayaan ini secara universal terdiri atas :
1. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia
2. Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi
3. Sistem kemasyrakatan
4. Bahasa
5. Kesenian
6. Sistem pengetahuan, dan
7. Religi.
Pendidikan memiliki peranan sangat penting dalam perkembangan bahkan matinya kebudayaan. Keluarga digunakan sebagai lembaga dalam mewariskan kebudayaan orang dewasa kepada anak-anaknya. Selain itu pada masyarakat modern, sekolah juga merupakan salah satu lembaga utama untuk mewariskan kebudayaan
Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan
Masyarakat sebagai satu sistem sosial yang di dalamnya terdapat aspek struktural, kultural, dan proses-proses sosial. Pendidikan nasional sebagai bagian dari pendidikan umat manusia harus berpartisipasi untuk bersama-sama membangun masyarakat madani. Menurut Tilaar (2000), upaya yang dilakukan dalam rangka demokratisasi pendidikan, ialah :
1. Perluasan dan pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan
2. Pendidikan untuk semua
3. Pemberdayaan dan pendayagunaan berbagai institusi masyarakat
4. Pengakuan hak-hak masyarakat termasuk pendidikan
5. Kerja sama dengan dunia usaha dan industri
Teori-teori pembelajaran yang menggunakan konsep pendidikan berbasis masyarakat, maka pembelajaran berwawasan kemasyarakatan didasarkan pada hal-hal berikut, yaitu :
1. Kebermaknaan dan kebermanfaatan bagi peserta didik
2. Pemanfaatan lingkungan dalam pembelajaran
3. Materi pembelajaran terintegrasi dengan kehidupan sehari-hari dengan peserta didik
4. Masalah yang diangkat dalam pembelajaran ada kesesuaian dengan kebutuhan peserta didik
5. Menekankan pada pembelajaran partisipatif yang berpusat pada peserta didik
6. Menumbuhkan kerja sama di antara peserta didik
7. Menumbuhkan kemandirian
Prinsip-prinsip pembelajaran berwawasan kemasyarakatan sebagai berikut :
1. Determinasi diri
2. Membantu dirinya sendiri
3. Mengembangkan kepemimpinan
4. Lokalisasi
5. Pelayanan terpadu
6. Menerima perbedaan
7. Belajar terus menerus

Senin, 19 Maret 2012

Pentingnya Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar di Indonesia

Potensi karakter yang baik telah dimiliki tiap manusia sebelum dilahirkan, tetapi potensi tersebut harus terus-menerus dibina melalui sosialisasi dan pendidikan sejak usia dini. Karakter merupakan kualitas moral dan mental seseorang yang pembentukannya dipengaruhi oleh faktor bawaan (fitrah-natural) dan lingkungan (sosialisasi atau pendikan-natural). Pendidikan merupakan salah satu wadah dalam menunjang pembentukan karakter tiap individu. Sekolah Dasar adalah merupakan pendidikan awal penanaman karakter anak dalam perkembangan dirinya. Tak bisa kita mungkiri bahwa banyaknya generasi di Indonesia, yang tidak mengenal dirinya sebagai bangsa Indonesiayang memiliki berbagai macam suku, budaya, dan kultur sosial yang berbeda.
Terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu: pertama, karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; kedua, kemandirian dan tanggungjawab; ketiga, kejujuran atau amanah, diplomatis; keempat, hormat dan santun; kelima, dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama; keenam, percaya diri dan pekerja keras; ketujuh, kepemimpinan dan keadilan; kedelapan, baik dan rendah hati, dan; kesembilan, karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan.
Meskipun semua pihak bertanggungjawab atas pendidikan karakter calon generasi penerus bangsa (anak-anak), namun keluarga merupakan wahana pertama dan utama bagi pendidikan karakter anak. Untuk membentuk karakter anak, keluarga harus memenuhi tiga syarat dasar bagi terbentuknya kepribadian yang baik. Yaitu,maternal bonding, rasa aman, stimulasi fisik dan mental. Selain itu, jenis pola asuh yang diterapkan orang tua kepada anaknya juga menentukan keberhasilan pendidikan karakter anak di rumah. Kesalahan dalam pengasuhan anak di keluarga akan berakibat pada kegagalan dalam pembentukan karakter yang baik.
Namun bagi sebagian keluarga, barangkali proses pendidikan karakter yang sistematis di atas sangat sulit, terutama bagi sebagian orang tua yang terjebak pada rutinitas yang padat. Karena itu, seyogyanya pendidikan karakter juga perlu diberikan saat anak-anak masuk dalam lingkungan sekolah, terutama sejak play group dan taman kanak-kanak. Di sinilah peran guru, yang dalam filosofi Jawa disebut digugu lan ditiru (didengar dan dicontoh), dipertaruhkan. Karena guru adalah ujung tombak di kelas, yang berhadapan langsung dengan peserta didik.
Kegagalan guru dalam menumbuhkan karakter anak didiknya, disebabkan seorang guru yang tak mampu memperlihatkan dan menujukkan karakter sebagai seorang yang patut didengar dan diikuti. Sebagai seorang gurutidak hanya sekedar menyampaikan materi ajar kepada siswa. Namun, yang lebih mendasar dan mutlak adalah bagaimana seorang guru dapat menjadi inspirasi dan suri tauladan yang dapat merubah karakter anak didiknyamenjadi manusia yang mengenal potensi dan karakternya sebagai makhluk Tuhan dan sosial.
Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian, dan akhlak mulia.Amanah UU Sisdiknas tahun 2003 itu bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama.
Jika karakter anak telah terbentuk sejak masa kecil mulai dari lingkungan sosial sampai Sekolah Dasar, maka generasi masyarakat Indonesia akan menjadi manusia-manusia yang berkarakteryang dapat menjadi penerus bangsa demi terciptanya masyarakat yang adil, jujur, bertartanggung jawabsehingga tercipta masyarakat yang aman dan tentram sebuah suatu negara.Pendidikan yang bertujuan melahirkan insan cerdas dan berkarakter kuat itu, juga pernah dikatakan Dr. Martin Luther King, yakni; intelligence plus character… that is the goal of true education (kecerdasan yang berkarakter adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya).
Memahami Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif. Beberapa negara yang telah menerapkan pendidikan karakter sejak pendidikan dasar di antaranya adalah Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan Korea. Hasil penelitian di negara-negara ini menyatakan bahwa implementasi pendidikan karakter yang tersusun secara sistematis berdampak positif pada pencapaian akademis.
Seiring sosialisasi tentang relevansi pendidikan karakter ini, semoga dalam waktu dekat tiap sekolah bisa segera menerapkannya, agar nantinya lahir generasi bangsa yang selain cerdas juga berkarakter sesuai nilai-nilai luhur bangsa dan agama.

oleh:
Taufik Hidayat

Rabu, 14 Maret 2012

PEMBELAJARAN BERWAWASAN MASYARAKAT

Pemikiran Tokoh Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan
Manusia sebagai mahkluk yang mempunyai rasa keingintahuan tentang segala hal melahirkan proses pembelajaran. Sehingga seiring perkembangan menciptakan teori-teori dan pandangan tentang proses belajar mengajar dalam pembelajaran. Pandangan yang pertama adalah :
Pandangan kritik sosial dalam pembelajaran atau Teori Belajar Humanistik, yaitu proses belajar harus dimulai an ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Pelopornya adalah Jurgen Habermas. Teori ini lebih bersifat abstrak atau bisa dikatakan mengkaji bidang filsafat. Teori ini banyak membicarakan tentang pembentukan diri. Belajar untuk mencapai apa yang dicita-citakan oleh manusia atau konsep untuk membentuk manusia yang dicita-citakan.
Dalam pelaksanaannya, teori humanistik ini antara lain tampak juga dalam pendekatan belajar yang dikemukakan oleh Ausbel (Rene: 1996). Pandangannya tentang belajar bermakna atau meaningful learning, mengatakan bahwa belajar merupakan asimilasi bermakna. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Faktor motifasi dan pengalaman emosional sangat penting dalam peristiwa belajar. Banyak tokoh dalam aliran humanistik, diantaranya ialah
1. Kolb (Rene: 1996) yang terkenal dengan “Belajar Empat Tahap”,
2. Honey dan Mumford dengan pembagian macam-macam siswa,
3. Hubermas dengan “Tiga Macam Tipe Belajar, serta
4. Bloom dan Krathwahl yang terkenal dengan “Taksonomi Bloom.
1. Pandangan Kolb :
Menurut pandangan ini, belajar dibagi menjadi empat tahap :
1. Tahap Pengalaman Kongkret
2. Tahap Pengamatan Aktif dan Reflektif
3. Tahap Konseptualitas
4. Tahap Eksperimentasi Aktif
2. Pandangan Honey dan Mumford
Menggolongkan kelompok belajar menjadi empat macam :
1. Kelompok Aktivis
2. Kelompok Reflektor
3. Kelompok Teoris
4. Kelompok Pragmatis
Masing-masing kelompok mempunyai karateristik yang berbeda-beda.
3. Pandangan Hubermas
Pandangan ini berdasarkan pada interaksi dengan lingkungan, baik itu lingkungan alam maupun lingkungan sosial. Yaitu :
1. Belajar Teknis
2. Belajar Praktis
3. Belajar Emansipatoris
4. Aplikasi Teori Belajar Humanistik dalam Kegiatan Pembelajaran.
Kegiatan belajar yang dirancang secara sistematis, tahap demi tahap untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan memperhatikan segala aspek akan membuat belajar lebih bermakna sehingga menambah pengalaman belajar bagi para siswa. Langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan humanistic dapat digunakan sebagai acuan. Langkah-langkah tersebut yaitu :
1. Menentukan tujuan pembelajaran
2. Menentukan materi pembelajaran
3. Mengidentifikasi kemampuan awal peserta didik
4. Mengidentifikasi topik-topik pelajaran yang memungkinkan siswa secara aktif melibatkan diri dalam belajar
5. Merancang fasilitas belajar seperti lingkungan dan media pembelajaran
6. Membimbing siswa belajar secara aktif
7. Membimbing siswa untuk memahami hakikat atau makna dari pengalaman belajar
8. Membimbing siswa dalam membuat koseptualitas pengalaman belajarnya
9. Membimbing siswa dalam mengaplikasikan konsep-konsep baru ke dalam situasi nyata
10. Mengevaluasikan proses dan hasil belajar
Pandangan yang kedua adalah Pandangan Progresif dalam pembelajaran, yaitu peserta didik dipandang sebagai orang yang merupakan bagian dari masyarakat, sehingga proses pendidikan harus memiliki orientasi terhadap masyarakat.
Menurut Dewey, terdapat tiga tingkatan kegiatan yang biasa dipergunakan sekolah. Yaitu : Tingkatan pertama, untuk anak pada pendidikan pra sekolah; Tingkatan kedua, penggunakan bahan belajar yang bersumber dari lingkungan; Tingkatan ketiga, anak menemukan ide-ide atau gagasan, mengujinya dan menggunakan ide-ide atau gagasan tersebut untuk memecahkan persoalan yang sama. Pandangan progresif memilki cara pandang berbeda dengan pendidikan tradisional, dalam hal :
1. Guru memiliki kendali dalam pembelajaran
2. Hanya percaya bahwa buku sebagai satu-satunya sumber informasi
3. Belajar yang pasif dan cenderung tidak faktual
4. Memisahkan sekolah dengan masyarakat
5. Menggunakan hukuman fisik dalam menegakkan disiplin
Pendidikan progresif mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Berikan kebebasan kepada anak untuk berkembang secara alamiah
2. Minat dan pengalaman langsung merupakan rangsangan yang paling baik untuk belajar
3. Guru memiliki peran sebagai nara sumber dan pembimbing kegiatan belajar
4. Mengembangkan kerja sama antara sekolah dengan keluarga, dan
5. Sekolah progresif harus menjadi laboratorium reformasi dan pengujian pendidikan.
Pandangan ketiga adalah Pandangan Sosiokultural Konstruktifis dalam Pendidikan, yaitu siswa secara terus menerus memeriksa informasi-informasi baru yang berlawanan dengan aturan lama dan merevisi aturan-aturan tersebut jika tidak sesuai lagi. Revolusi kontruktif memiliki akar yang kuat dalam sejarah pendidikan yang lahir dari gagasan Piaget dan Vygotsky yang menekankan perubahan kognitif hanya terjadi konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasi-informasi baru. Terdapat empat prinsip kunci dari teori kontruktif modern, yaitu :
1. Penekanannya dari hakikat sosial dari pembelajaran
2. Ide bahwa belajar paling baik apabila konsep itu berada dalam zona perkembangannya mereka
3. Adanya penekanan pada keduanya, yaitu hakikat social dari belajar dan zona perkembangan terdekat yang dinamakan dengan pemagangan kognitif.
Menurut teori konstrukstif, pengetahuan bukanlah kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap obyek. Guru memiliki peran membantu agar proses pengonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Artinya guru hanya membantu siswa untuk membentuk pengatahuannya sendiri.
Pandangan selanjutnya ialah Pandangan Ki Hadjar Dewantara Terhadap Pendidikan. Menurut beliau, pendidikan adalah upaya untuk memerdekakan manusia dalam arti bahwa menjadi manusia yang mandiri agar tidka tergantung kepada orang lain baik lahir maupun batin. Ada beberapa falsafah yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan, yaitu :
1. Segala alat, usaha dan juga cara pendidikan harus sesuai dengan kodratnya
2. Kodratnya itu tersimpan dalam adat istiadat setiap masyarakat dengan berbagai kekhasan, yang kesemuanya itu bertujuan untuk mencapai hidup tertib dan damai
3. aDat istiadat sifatnya selalu berubah (dinamis)
4. Untuk mengetahui karateristik masyarakat saat ini diperlukan kajian mendalam tentang kehidupan masyarakat tersebut di masa lampau, sehingga dapat diprediksi kehidupan yang akan dating pada masyarakat tersebut
5. Perkembangan budaya masyarakat akan dipengaruhi oleh unsur-unsur lain, hal ini terjadi karena pergaulan antar bangsa.
Ruang Lingkup Kebudayaan Dalam Pendidikan
Menurut Tylor (1871) kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hokum, adapt istiadat, dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. J.J. Honningman membuat perbedaan atas tiga gejala kebudayaan, yaitu : Ideas, Activities dan Artifacts. Sedangkan Koentjaraningrat (1996) membedakan kebudayaan dengan empat wujud, yaitu : Artifact, Sistem tingkah laku dan tidakan berpola, Sistem gagasan, dan Sistem ideologis.
Unsur-unsur pokok kebudayaan dibagi 4, ini menurut Melville J. Herskovits, yaitu :
1. Alat-alat teknologi
2. Sistem ekonomi
3. Keluarga, dan
4. Kekuasaan politik.
Sedangkan menurut Malinowski, unsur-unsur pokok kebudayaan sebagai berikut :
1. Sistem norma yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat di dalam upaya menguasai alam sekelilingnya.
2. Organisasi ekonomi
3. Alat-alat dan lembaga atau petugas pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
4. Organisasi kekuatan
C. Kluckhohn (1953) menyebutkan unsur-unsur kebudayaan ini secara universal terdiri atas :
1. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia
2. Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi
3. Sistem kemasyrakatan
4. Bahasa
5. Kesenian
6. Sistem pengetahuan, dan
7. Religi.
Pendidikan memiliki peranan sangat penting dalam perkembangan bahkan matinya kebudayaan. Keluarga digunakan sebagai lembaga dalam mewariskan kebudayaan orang dewasa kepada anak-anaknya. Selain itu pada masyarakat modern, sekolah juga merupakan salah satu lembaga utama untuk mewariskan kebudayaan
Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan
Masyarakat sebagai satu sistem sosial yang di dalamnya terdapat aspek struktural, kultural, dan proses-proses sosial. Pendidikan nasional sebagai bagian dari pendidikan umat manusia harus berpartisipasi untuk bersama-sama membangun masyarakat madani. Menurut Tilaar (2000), upaya yang dilakukan dalam rangka demokratisasi pendidikan, ialah :
1. Perluasan dan pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan
2. Pendidikan untuk semua
3. Pemberdayaan dan pendayagunaan berbagai institusi masyarakat
4. Pengakuan hak-hak masyarakat termasuk pendidikan
5. Kerja sama dengan dunia usaha dan industri
Teori-teori pembelajaran yang menggunakan konsep pendidikan berbasis masyarakat, maka pembelajaran berwawasan kemasyarakatan didasarkan pada hal-hal berikut, yaitu :
1. Kebermaknaan dan kebermanfaatan bagi peserta didik
2. Pemanfaatan lingkungan dalam pembelajaran
3. Materi pembelajaran terintegrasi dengan kehidupan sehari-hari dengan peserta didik
4. Masalah yang diangkat dalam pembelajaran ada kesesuaian dengan kebutuhan peserta didik
5. Menekankan pada pembelajaran partisipatif yang berpusat pada peserta didik
6. Menumbuhkan kerja sama di antara peserta didik
7. Menumbuhkan kemandirian
Prinsip-prinsip pembelajaran berwawasan kemasyarakatan sebagai berikut :
1. Determinasi diri
2. Membantu dirinya sendiri
3. Mengembangkan kepemimpinan
4. Lokalisasi
5. Pelayanan terpadu
6. Menerima perbedaan
7. Belajar terus menerus

Senin, 12 Maret 2012

Penanaman Kejujuran dalam Pendidikan di Indonesia masih Sangat Kurang

rela atau tidak, tak dapat di pungkiri pendidikan di indonesia masih tertinggal di bandigkan dengan negara-negara lain. hal ini menjadi perdebatan yang tiada henti dan banyak dalam pedebatan tersebut mereka salaing menyalahkan. memang aneh, kenapa mereka harus saling menyalahkan. mereka hanya ingin benar padahal mereka semua bisa dikatakan salah (mungkin juga aku...hahahahaha).

kita harus belajar lagi kepada negara-negara lain, bahkan kepda negara yang dulu tertinggal dari negeri tercinta ini. siapa yang tidak malu jika hal ini menerpa kita semua.

banyak perwakilan rakyat indonesia yang duduk di DPR yang mereka sebut anggota dewan yang terhormat hanya sibuk mengurus pendidikan dari segi  dana dan uang nya saja (kelihatan kalee ya kalo angota dewan kita yang terhormat hanya memikirkan uang-uang dan uang). walau dana dalam pendidikan merupakan juga hal yang utama.

tak banyak kesalaha  dalam pendidikan kita, tapi juga tak dapat di hitung. karena pemasalahannya menjadi ribet, jelimet dan seperti benang kusut yang jika di tarik hanya akan mencerai-beraikan mereka semua. yang pada akhirnya saling menyalahkan sesama.

untuk memperbaiki pendidikan di indonesia sebenarnya tidak terlalu rumit. dengan "Penanaman Kejujuran dalam Pendidikan" insyaALLAH semua pemasalahan akan dapat di atasi. meski kita yakin tapi ini memerlukan tenaga yang lebih ekstra dan waktu yang lebih untuk penanaman kejujuran tersebut.

jadi kuncinya adalah keujuran.

bila hal ini dilaksanakan dalam pendidiakan di indonesia maka pendidikan di indonesia akan menjadi sangat baik dari saat ini dan bahkan kebaikan bagi NKRI.

Sabtu, 10 Maret 2012

Pendidikan Karakter dalam Layanan Bimbingan dan Konseling



Dalam kesempatan ini saya mengajak peserta berdisikusi tentang apa, mengapa dan bagaimana pendidikan karakter, dikaitkan dengan layanan bimbingan dan konseling di sekolah. Beberapa point penting yang dapat  saya sampaikan kepada peserta, antara lain:
1. PENDIDIKAN KARAKTER DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING:
  • Bimbingan dan Konseling merupakan bagian integral dari sistem pendidikan nasional, maka orientasi, tujuan dan pelaksanaan BK juga merupakan bagian dari orientasi, tujuan dan pelaksanaan pendidikan karakter.
  • Program Bimbingan dan Konseling di sekolah merupakan bagian inti pendidikan karakter yang dilaksanakan dengan berbagai strategi pelayanan dalam upaya mengembangkan potensi peserta didik untuk mencapai kemandirian, dengan memiliki karakter yang dibutuhkan saat ini dan masa depan.
  • Pekerjaan bimbingan dan konseling adalah pekerjaan berbasis nilai, layanan etis normatif, dan bukan layanan bebas nilai. Seorang konselor perlu memahami betul hakekat manusia dan perkembangannya sebagai makhluk sadar nilai dan perkembangannya ke arah normatif-etis. Seorang konselor harus memahami perkembangan nilai, namun seorang konselor tidak boleh memaksakan nilai yang dianutnya kepada konseli (peserta didik yang dilayani), dan tidak boleh meneladankan diri untuk ditiru konselinya, melainkan memfasilitasi konseli untuk menemukan makna nilai kehidupannya. (Sunaryo, 2006)
2. PERAN KONSELOR DALAM PENDIDIKAN KARAKTER:
  • Sebagai  pendidik yang  berkepentingan dengan pendidikan  karakter, konselor seyogyanya memiliki komitmen dan dapat tampil di garis terdepan dalam  mengimplementasikan pendidikan karakter di sekolah,  bekerja sama dengan stake holder pendidikan lainnya
  • Professional  school  counselors  need  to take  an  active  role  in  initiating,  facilitating  and  promoting  character  education  programs  in the school  curriculum.  The  professional  school  counselor,  as  a part  of  the  school  community  and  as  a highly  resourceful  person,  takes  an  active role  by  working  cooperatively  with the teachers  and administration in providing  character  education  in  the schools  as an  integral  part of  the  school curriculum  and  activities”  (ASCA dalam Muhammad Nur Wangid, 2010).
3. MATERI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM LAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING:
  • Materi Pendidikan Karakter dalam Layanan Bimbingan, antara lain dapat mencakup: (1) Perilaku seksual; (2) Pengetahuan  tentang  karakter; (3) Pemahaman tentang moral sosial; (4) Keterampilan pemecahan masalah; (5) Kompetensi emosional; (6) Hubungan  dengan  orang  lain; (7) Perasaan  keterikatan  dengan  sekolah; (8) Prestasi akademis; (9) Kompetensi berkomunikasi; dan (10) Sikap  kepada  guru (Berkowitz, Battistich, dan  Bier dalam Muhammad Nur Wangid, 2010).
  • 18 Nilai-nilai dalam Pendidikan Karakter Bangsa : (1) Religius; (2)  Jujur; (3) Toleransi; (4)  Disiplin; (5) Kerja Keras; (6)  Kreatif; (7)  Mandiri;  (8)  Demokratis; (9) Rasa Ingin Tahu; (10)  Semangat Kebangsaan; (11) Cinta Tanah Air; (12) Menghargai Prestasi; (13)  Bersahabat/Komuniktif; (14)  Cinta Damai; (15) Gemar Membaca; (16) Peduli Lingkungan; (17)  Peduli Sosial, dan (18) Tanggung-jawab.
4. STRATEGI PELAYANAN PENDIDIKAN KARAKTER  MELALUI BIMBINGAN DAN KONSELING:
  • Strategi pelayanan pendidikan karakter melalui bimbingan dan konseling dapat dilakukan melalui : (1) Layanan Dasar; (2) Layanan Responsif; (3) Bimbingan Individual; dan (4) Dukungan Sistem.
Berkaitan dengan upaya penajaman implementasi pendidikan karakter melalui Layanan Bimbingan dan Konseling di sekolah,  saya berharap  kepada peserta untuk senantiasa mengembangkan kompetensinya sehingga dapat memenuhi standar sebagaimana disyaratkan dalam Permendiknas No. 27 Tahun 2008 dan terus berupaya meningkatkan frekuensi dan intensitas layanan bimbingan dan konseling kepada para siswa, serta berusaha membangun kerjasama dengan dengan berbagai stake holder pendidikan.

Peran Pendidikan Karakter Dalam Melengkapi Kepribadian

Pada awalnya manusia itu lahir hanya membawa “personality” atau kepribadian. Secara umum kepribadian ada 4 macam. Ada banyak teori yang menggunakan istilah yang berbeda bahkan ada yang menggunakan warna,  tetapi polanya tetap sama. Secara umum kepribadian ada 4, yaitu :
1. Koleris : tipe ini bercirikan pribadi yang suka kemandirian, tegas, berapi-api, suka tantangan, bos atas dirinya sendiri.
2. Sanguinis : tipe ini bercirikan suka dengan hal praktis, happy dan ceria selalu, suka kejutan, suka sekali dengan kegiatan social dan bersenang-senang.
3. Phlegmatis :  tipe ini bercirikan suka bekerjasama, menghindari konflik, tidak suka perubahan mendadak, teman bicara yang enak, menyukai hal yang pasti.
4. Melankolis : tipe ini bercirikan suka dengan hal detil, menyimpan kemarahan, Perfection, suka instruksi yang jelas, kegiatan rutin sangat disukai.
Di atas ini adalah teori yang klasik dan sekarang teori ini banyak sekali berkembang, dan masih banyak digunakan sebagai alat tes sampai pengukuran potensi manusia.

Kepribadian bukanlah karakter. Setiap orang punya kepribadian yang berbeda-beda.  Nah dari ke 4 kepribadian tersebut, masing-masing kepribadian tersebut memiliki kelemahan dan keunggulan masing-masing. Misalnya tipe koleris identik dengan orang yang berbicara “kasar” dan terkadang tidak peduli, sanguin pribadi yang sering susah diajak untuk serius, phlegmatis sering kali susah diajak melangkah yang pasti dan terkesan pasif, melankolis terjebak dengan dilemma pribadi “iya” dimulut dan “tidak” dihati, serta cenderung perfectionis dalam detil kehidupan serta inilah yang terkadang membuat orang lain cukup kerepotan.
Tiap manusia tidak bisa memilih kepribadiannya, kepribadian sudah hadiah dari Tuhan sang pencipta saat manusia dilahirkan. Dan setiap orang yang memiliki kepribadian pasti ada kelemahannya dan kelebihannya di aspek kehidupan social dan masing-masing pribadi.  Mudah ya, penjelasan ini.
Nah, karakter nya dimana? Saat tiap manusia belajar untuk mengatasi kelemahannya dan memperbaiki kelemahannya dan memunculkan kebiasaan positif yang baru maka inilah yang disebut dengan karakter. Misalnya, seorang koleris murni tetapi sangat santun dalam menyampaikan pendapat dan instruksi kepada sesamanya, seorang yang sanguin mampu membawa dirinya untuk bersikap serius dalam situasi yang membutuhkan ketenangan dan perhatian fokus. Itulah Karakter. Pendidikan Karakter adalah pemberian pandangan mengenai berbagai jenis nilai hidup, seperti kejujuran, kecerdasan, kepedulian dan lain-lainnya. Dan itu adalah pilihan dari masing-masing individu yang perlu dikembangkan dan perlu di bina, sejak usia dini (idealnya).

Karakter tidak bisa diwariskan, karakter tidak bisa dibeli dan karakter tidak bisa ditukar. Karakter harus DIBANGUN dan DIKEMBANGKAN secara sadar hari demi hari dengan melalui suatu PROSES yang tidak instan. Karakter bukanlah sesuatu bawaan sejak lahir yang tidak dapat diubah lagi seperti sidik jari.
Banyak saya perhatikan bahwa orang-orang dengan karakter buruk cenderung mempersalahkan keadaan mereka. Mereka sering menyatakan bahwa cara mereka dibesarkan yang salah, kesulitan keuangan, perlakuan orang lain atau kondisi lainnya yang menjadikan mereka seperti sekarang ini. Memang benar bahwa dalam kehidupan, kita harus menghadapi banyak hal di luar kendali kita, namun karakter Anda tidaklah demikian. Karakter Anda selalu merupakan hasil pilihan Anda.
Ketahuilah bahwa Anda mempunyai potensi untuk menjadi seorang pribadi yang berkarakter, upayakanlah itu. Karakter, lebih dari apapun dan akan menjadikan Anda seorang pribadi yang memiliki nilai tambah. Karakter akan melindungi segala sesuatu yang Anda hargai dalam kehidupan ini.
Setiap orang bertanggung jawab atas karakternya. Anda memiliki KONTROL PENUH atas karakter Anda, artinya Anda tidak dapat menyalahkan orang lain atas karakter Anda yang buruk karena Anda yang bertanggung jawab penuh. Mengembangkan karakter adalah TANGGUNG JAWAB pribadi Anda.

www.pendidikankarakter.com

Selasa, 06 Maret 2012

Kelemahan Pendidikan Nonformal

Di samping berbagai keunggulan ,perlu dikemukakan di sini bahwa pendidikan nonformal bukan tanpa kelemahan. Kelemahan yang terdapat dalam program pendidikan ini antara lain: kurangnya koordinasi, kelangkaan pendidik profesional, dan motivasi belajar yang relatif rendah.

Kelemahan pertama, kurangnya koordinasi disebabkan oleh keragaman dan luasnya program yang diselenggarakan oleh berbagai pihak. Semua lembaga pemerintah, baik yang berstatus departemen maupun non departemen, menyelenggarakan program-program pendidikan nonformal. Berbagai lembaga swasta, perorangan, dan masyarakat menyelenggarakan program pendidikan nonformal yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan lembaga tersebut atau untuk pelayanan kepada masyarakat. Dengan adanya variasi program yang dilakukan oleh berbagai pihak itu akan memungkinkan terjadinya program-program yang tumpang tindih. Program yang sama mungkin akan digarap oleh berbagai lembaga, sebaliknya mungkin suatu program yang memerlukan penggarapan secara terpadu kurang mendapat perhatian dari berbagai lembaga. Oleh karena itu koordinasi antar pihak penyelenggara program pendidikan nonformal sangat diperlukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program serta untuk mendayagunakan sumber-sumber dan fasilitas dengan lebih terarah sehingga program tersebut mencapai hasil yang optimal.

Kelemahan kedua, tenaga pendidik atau sumber belajar yang profesional masih kurang. Penyelenggara kegiatan pembelajaran dan pengelolaan program pendidikan nonformal sampai saat ini sebagian terbesar dilakukan oleh tenaga-tenaga yang tidak mempunyai latar belakang pengalaman pendidikan nonformal. keterlibatan mereka dalam program pendidikan didorong oleh rasa pengabdian kepada masyarakat atau kerena tugas yang diperoleh dari lembaga tempat mereka bekerja, dan mereka pada umumnya berlatar belakang pendidikan formal. Kenyataan ini sering mempengaruhi cara penampilan mereka dalam proses pembelajaran anatara lain dengan menerapkan pendekatan mengajar pada pendidikan formal di dalam pendidikan nonformal sehingga pendekatan ini pada dasarnya tidak sesuai dengan prinsip-prinsip pembalajaran dalam pendidikan nonformal. Pengelolaan program pendidikan nonformal memerlukan pendekatan dan keterampilan yang relatif berbeda dengan pengelolaan program pendidikan formal. Untuk mengatasi kelemahan itu maka diperlukan upaya peningkatan kemampuan tenaga pendidik yang ada dalam pengadaan tenaga profesional pendidikan nonformal.

Kelemahan ketiga, motivasi belajar peserta didik relatif rendah. Kelemahan ini berkaitan dengan:

Adanya kesan umum bahwa lebih rendah nilainya daripada pendidikan formal yang peserta didiknya memiliki motivasi kuat untuk perolehan ijazah.
Pendekatan yang dilakukan oleh pendidik yang mempunyai latar belakang pengalaman pendidikan formal dan menerapkannya dalam kegiatan pembelajaran pendidikan nonformal pada umumnya tidak kondusif untuk mengembangkan minat peserta didik.
Masih terdapat program pendidikan, yang berkaitan dengan upaya membekali peserta didik untuk mengembangkan kemampuan dibidang ekonomi, tidak dilengkapai dengan masukan lain (other input) sehingga peserta didik atau lulusan tidak dapat menerapkan hasil belajarnya.
Para lulusan pendidikan nonformal dianggap lebih rendah statusnya dibandingkan status pendidikan formal, malah sering terjadi para lulusan pendidikan yang disebut pertama berada dalam pengaruh lulusan pendidikan nonformal.

Dengan demikian, kelemahan-kelemahan di atas merupakan beberapa contoh yang muncul di lapangan. Namun pendidikan nonformal makin lama makin diakui pentingnya dan kehadirannya sebagai pendidikan yang berkaitan erat dengan kebutuhan masyarakat dan bangsa serta sebagai bagian penting dari kebijakan dan program pembangunan.