Rabu, 15 Agustus 2012

Kualitas Pendidikan Tinggi Indonesia Tertinggal Jauh

Perguruan-perguruan tinggi di Indonesia perlu melakukan kerjasama internasional dengan universitas di luar negeri Selain bertujuan untuk meningkatkan kualitas, hal itu juga demi daya saing.

Sampai saat ini, belum ada lembaga pendidikan di Indonesia yang masuk dalam kategori 200 universitas terbaik dunia versi lembaga pemeringkat ternama The Times Higher Education-QS World University (The-QS World University).

Sementara itu, Global Competitiveness Report 2009/2010, yang antara lain menilai tingkat persaingan global suatu negara dari kualitas pendidikan tingginya, pun cuma menempatkan Indonesia di peringkat ke-54 dari 133 negara, yaitu di bawah Singapura (3), Malaysia (24), Cina (29),Thailand (36), serta India (49). Di sisi lain, Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan, jumlah sarjana yang belum bekerja per Februari 2009 hampir mencapai 13% dari total jumlah penganggur, atau sekitar 1,2 juta orang.

Menurut Country Director British Council Indonesia Keith Davies dalam seminar membahas peluang dan tantangan kerjasama internasional di Jakarta, Sabtu lalu (14/11), kerjasama antara universitas di Indonesia dengan perguruan tinggi luar negeri yang lebih berpengalaman bisa dilakukan melalui Double Degree, Franchise atau Staff Exchange.

Sayangnya, di kata dia, bidang ini pun Indonesia masih tertinggal dibanding negara tetangganya. Sebuah penelitian di Inggris menemukan, saat ini terdapat 270,000 mahasiswa asing yang mengambil double degree di sana. Dari jumlah itu, Malaysia, Singapura, Hongkong, dan India menyumbang hampir setengahnya.

Kesiapan universitas

Mahasiswa asing yang universitasnya menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi Inggris bisa meraih diploma ganda sekaligus mendapatkan salah satu pendidikan terbaik di dunia. Menurut The-QS World University, peringkat 5 besar universitas terbaik dunia saat ini didominasi oleh 4 perguruan tinggi Inggris yaitu University of Cambridge, University College London, Imperial College London, dan University of Oxford.

Untuk itulah, lanjut Davies, mulai tahun depan pemerintah Inggris melalui British Council menyediakan bantuan "Prime Minister Initiative 2: Collaborative Programme Delivery" hingga sebesar 1,2 juta poundsterling bagi perguruan tinggi di Indonesia. Dana itu, kata dia, dipergunakan untuk membangun kerjasama internasional hingga dua tahun berikutnya.

Sejak dicanangkan pada 2006 lalu, program Prime Minister Initiative ini berhasil membiayai 235 kerjasama penelitian, pelatihan dosen, pertukaran mahasiswa, dan beasiswa antar universitas di seluruh dunia.

"Melalui kemitraan ini kami berharap dapat mewujudkan internasionalisasi dunia pendidikan yang lebih luas lagi. Program ini sebagai pembuka jalan untuk kemitraan antar lembaga pendidikan kedua negara," ujar Davies.

Dia menambahkan, sudah ada beberapa perguruan tinggi yang sukses membangun kerjasama dengan Inggris. Sebutlah misalnya, kata dia, Universitas Bina Nusantara yang bekerjasama dengan Northumbria University untuk Design Studies dan dengan Bournemouth University untuk Tourism & Hospitality. Contoh lainnya adalah Universitas Indonusa Esa Unggul, yang bermitra dengan Heriot Watt untuk Management Programme.

Mahasiswa jurusan desain Bina Nusantara, ujar Keith, bisa belajar dan mendapatkan gelar dari Northumbria, --kampus yang menelorkan Jonathan Ives, si perancang iPod dan iPhone yang tersohor itu. Sementara itu, mahasiswa di bidang pariwisata pun bisa mendapatkan gelar dari Bournemouth yang belum lama ini menginvestasikan 1.5 juta poundsterling untuk fasilitas teknologi komunikasi dan informasinya.

Menanggapi hal itu, Dekan Program Binus Internasional Minaldi Loeis mengatakan, bahwa segalanya kembali pada pengelola lembaga pendidikan itu sendiri.

“Tantangannya justru ada pada kesiapan universitas dalam menjalankan visi, komitmen, pemasaran, serta manajemen programmya,” tutur Loeis.

Dia menambahkan, biaya sebetulnya bukan menjadi kendala. Walaupun Binus menaikkan biaya pendidikan internasionalnya hingga 10 persen demi menjaga kualitas, lanjut Loeis, jumlah mahasiswa yang mendaftar setiap tahunnya mengalami kenaikan antara 10 sampai 20 persen.
Sumber :
http://edukasi.kompas.com/read/xml/2009/11/16/12133939/kualitas.pendidikan.tinggi.indonesia.tertinggal.jauh
16 November 2009
pendidikantinggi.blogspot.com
16 agustus 2012

Senin, 11 Juni 2012

CARA MENUMBUHKAN MOTIVASI SISWA


Motif adalah daya dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan sesuatu, atau keadaan seseorang atau organisme yang menyebabkan kesiapannya untuk memulai serangkaian tingkah laku atau perbuatan.


Sedangkan motivasi adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, atau keadaan dan kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.


Memberi motivasi bukan pekerjaan yang mudah. Motivasi yang berhasil bagi seorang anak atau suatu kelompok mungkin tak berhasil bagi anak atau kelompok lain.


SUATU TEORI TENTANG MOTIVASI
Menurut seorang ahli ilmu jiwa dalam motivasi ada suatu hierarki, yaitu motivasi itu mempunyai tingkatan-tingkatan dari bawah sampai ke atas yakni:
1. Kebutuhan fisiologis, seperti lapar, haus, kebutuhan akan istirahat, dan
sebagainya.
2. Kebutuhan akan keamanan, (security), yakni rasa terlindung, bebas dari takut dan kecemasan.
3. Kebutuhan akan cinta dan kasih: rasa diterima dan dihargai dalam suatu kelompok ( keluarga, sekolah, teman sebaya ).
4. Kebutuhan untuk mewujudkan diri sendiri, yakni mengembangkan bakat dengan usaha mencapai hasil dalam bidang pengetahuan, sosial, pembentukan pribadi.


Motivasi dapat timbul dari dalam individu dan dapat pula timbul akibat pengaruh, dari dalam dan dari luar dirinya. Hal ini akan di uraikan sebagai berikut:
a. Motivasi Intrinsik
Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan dari orang lain, tetapi atas kemauan sendiri. Misalnya anak mau belajar karena ingin memperoleh ilmu pengetahuan dan ingin menjadi orang berguna bagi nusa, bangsa, dan negara. Oleh krena itu, ia rajin belajar tanpa ada suruhan dari orang lain. Cara membangkitkan motivasi intrinsik:
a. Menciptakan suasana yang menyenangkan.
Anak-anak harus merasa aman dan senang dalam kelas sebagai anggota yang dihargai dan dihormati.
b. Menggairahkan siswa
Dalam kegiatan rutin di kelas sehari-hari pengajar harus berusaha menghindari hal-hal yang mononton dan membosankan
c. Mengarahkan
Pengajar harus mengarahkan tingkah laku siswa, dengan cara menunjukkan pada siswa hal-hal yang di lakukan secara tidak benar dan meminta pada mereka melakukan sebaik-baiknya.
d. Pergunakan pujian verbal
Penerimaan sosial yang mengikuti suatu tingkah laku yang diinginkan dapat menjadi alat yang cukup dapat di parcaya untuk mengubah prestasi dan tingkah laku akademis ke arah yang diinginkan. Kata-kata seperti ’bagus’, ’baik’, ’pekerjaan yang baik’, yang di ucapkan segera setelah siswa melakukan tingkah laku yang diinginkan atau mendekati tingkah laku yang diinginkan, merupakan pembangkit motivasi yang besar. Penerimaan sosial merupakan suatu penguat atau insetif yang relatif konsisten.
e. Pergunakan simulasi dan permainan.
kedua hal ini akan memotivasi siswa, meningkatkan interaksi, menyajikan gambaran yang jelas mengenai situasi kehidupan sebenarnya, dan melibatkan siswa secara langsung dalam proses belajar.
f. Agar siswa lebih mudah memahami bahan pengajaran, pergunakan materi-materi yang sudah di kenal sebagai contoh.
g. Pengajar perlu memahami dan mengawasi suasana sosial di lingkungan sekolah, karena hal ini besar pengaruhnya atas diri siswa.
h. Pengajar perlu memahami hubungan kekuasaan antara guru dan siswa; seseorang akan dapat mempengaruhi motivasi orang lain bila ia memiliki suatu bentuk kekuasaan sosial.
i. Memberikan insentif (penghargaan / rewards).
Bila siswa mengalami keberhasilan, pengajar di harapkan memberikan hadiah pada siswa (dapat berupa pujian, angka yang baik, dan lain sebagainya ) atas keberhasilannya, sehingga siswa terdorong untuk melakukan usaha lebih lanjut guna mencapai tujuan-tujuan pengajaran. Sehubungan dengan hal ini umpan balik merupakan hal yang sangat berguna untuk meningkatkan usaha siswa.
b. Motivasi Ekstrinsik
Jenis motivasi ini timbul sebagai akibat pengaruh dari luar individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan kondisi yang demikian akhirnya ia mau melakukan sesuatu atau belajar. Misalnya anak mau belajar karena di suruh oleh orang tuanya agar mendapat peringkat pertama di kelasnya.
Berikut ini ada beberapa cara membangkitkan motivasi ekstrinsik dalam menumbuhkan motivasi intrinsik, Tapi tak semua motivasi itu sama baiknya, malahan ada pula yang dapat merusak, yaitu:
1. Memberi angka.
Banyak murid belajar untuk mencapai angka baik dan untuk itu berusaha dengan segenap tenaga. Angka itu bagi mereka merupakan motivasi yang kuat. Akan tetapi ada pula yang belajar untuk naik kelas saja. Angka itu harus benar-benar menggambarkan hasil belajar anak. Namun belajar semata-mata untuk mencapai angka tidak akan membari hasil-hasil belajar yang sejati, dan tidak mendorong seseorang belajar sepanjang umur.
2. Hadiah.
Juga hadiah tidak selalu merupakan motivasi. Hadiah untuk gambar yang terbaik, tidak menarik bagi mereka yang tak mempunyai bakat menggambar. Tak banyak orang berusaha untuk menjadi walikota, walaupun jabatan itu terbuka bagi semua orang. Kalau hadiah itu rasanya tak tercapai, maka tak akan membangkitkan motivasi. Hadiah memang dapat membangkitkan motivasi bila setiap orang mempunyai harapan untuk memperolehnya. Bagi pelajar, hadiah juga dapat merusak oleh sebab menyimpangankan pikiran anak dari tujuan belajar yang sebenarnya.
3. Saingan.
Saingan sering digunakan sebagai alat untuk mencapai prestasinya yang lebih tinggi di lapangan industri, perdagangan, dan lain-lain. Persaingan sering mempertinggi hasil belajar, baik persaingan individual maupun persaingan antar-kelompok. Sikap anak-anak berlainan terhadap persaingan.
a. Ada yang ingin mempertinggi harga diri bila menang dalam persaingan
b. Ada yang tak suka, tak berani bersaing.
c. Ada yang tak acuh, karena tak ada harapan menang.
Persaingan dapat merusak:
Yang tampil hanya anak-anak yang baik saja dengan merendahkan harga diri anak-anak lain. Dalam persaingan setiap peserta diancam oleh rasa takut akan kegagalan.
Dalam dunia sekrang ini hendaknya diutamakan kerja sama dan bukan persaingan. Sekarang tidak lagi berlaku semboyan ’’survival of the fittest ’’ hanya yang kuat akan hidup, melainkan selogan ’’cooperate or die’’. Kita harus kerja sama atau kita akan musnah! Nasib dunia ini bergantung pada kesanggupan umat manusia untuk bekerja sama, oleh sebab manusia telah mempunyai alat untuk menghancurkan dunia ini.
4. Hasrat untuk belajar.
Tanpa suatu hasrat atau maksud ada juga kita pelajari hal-hal tertentu. Kita mengingat nama-nama, warna-warna, situasi-situasi tertentu tanpa suatu maksud yang disengaja untuk menghafalnya (incidental learning atau belajar secara kebetulan). Akan tetapi hasil belajar akan lebih baik, apabila pada anak ada hasrat atau tekad untuk mempelajari sesuatu. Tentu kuatnya tekad tergantung pada macam-macam faktor, antara lain tujuan pelajaran itu bagi anak.
5. Ego-involvelment.
Seorang merasa ego involvelment atau keterlibatan diri bila ia merasa pentingnya suatu tugas, dan menerimanya sebagai suatu tantangan dengan mempertaruhkan harga dirinya. Kegagalan akan berarti berkurangnya harga dirinya. Itu sebabnya ia akan berusaha dengan segenapnya tenaganya untuk mencapai hasil baik untuk menjaga harga dirinya. Ego-Involved artinya bahwa kegagalan akan menimbulkan ’’sense of failure’’ pada anak. Harga dirinya rusak dan timbul rasa berdosa.
Tidak dalam segala tugas terdapat ego-involvelment. Regu dosen tidak akan merasa malu atau rendah, apabila kalah dalam pertandingan sepakbola dengan mahasiswa. Kekalahan itu tidak menyinggung harga diri.
6. Sering memberi ulangan.
Murid-murid lebih giat belajar, apabila tahu akan diadakan ulangan atau tes dalam waktu singkat. Akan tetapi bila ulangan terlampau sering di lakukan, misalnya setiap hari, maka pengaruhnya tidak berarti lagi. Agaknya ulangan sekali dua minggu lebih merangsang murid-murid untuk belajar dengan giat daripada ulangan tiap hari. Tentu saja harus diberitahukan terlebih dahulu akan diadakannya ulangan itu. Tes tiba-tiba (surprise test) dalam hal ini tidak berfaedah.
7. Mengetahui hasil.
Melihat grafik kemajuan, mengetahui hasil baik pekerjaan memperbesar kegiatan belajar. Sukses mempertinggi usaha dan memperbesar minat. Orang suka melakukan pekerjaan dalam hal mana diharapkannya memperoleh sukses. Karena itu bawalah anak dari sukses yang satu kepada sukses yang satu lagi.
8. Kerja sama.
Bersama-sama melakukan suatu tugas, bantu-membantu dalam menunaikan suatu tugas, mempertinggi kegiatan belajar. Kerja sama dilakukan dalam metode proyek akan tetapi dalam mata pelajaran biasa pun dapat kita cari pokok-pokok yang dapat memupuk hubungan sosial yang sehat.
9. Tugas yang ’’ challenging’’.
Memberi anak-anak kesempatan memperoleh sukses dalam pelajaran, tidak berarti bahwa mereka harus di beri pekerjaan yang mudah saja. Tugas yang sulit yang mengandung tantangan bagi kesanggupan anak, akan merangsangnya untuk mengeluarkan segenap tenaganya. Tentu saja tugas itu selalu dalam batas kesanggupan anak. Menghadapkan anak dengan problem-problem merupakan motivasi yang baik.
10. Pujian.
Pujian sebagai akibat pekerjaan yang diselesaikan dengan baik merupakan motivasi yang baik. Pujian yang tak beralasan dan tak karuan serta terlampau sering diberikan, hilang artinya. Dalam percobaan-percobaan ternyata bahwa pujian lebih bermanfaat daripada hukuman atau celaan. Guru hendaknya mencari hal-hal pada setiap anak yang dapat dipuji, seperti tulisannya, ketelitian, tingkah laku, dan sebagainya. Pujian memupuk suasana yang menyenangkan dan mempertinggi harga diri anak.
11. Teguran dan kecaman.
Digunakan untuk memperbaiki anak yang membuat kesalahan, yang malas dan berlakuan baik, namun harus digunakan dengan hati-hati dan bijaksana agar tidak merusak harga diri anak.
12. Sarkasme ( sindiran kasar ) dan celaan.
Hanya merusak anak. Sering dilakukan oleh guru yang tak layak disebut pendidik yang menjadikan anak-anak korban dari frustrated personality-nya.
13. Hukuman.
Diberikan dalam bentuk hukuman badan, pengasingan, celaan, kecaman, sarkasme, dan sebagainya. Soal ini di bicarakan dalam bab mengenai disiplin.
14. Standar atau Taraf Aspirasi ( Level of Aspiration ).
Tingkat aspirasi ditentukan oleh tingkat sosial orang tua dalam masyarakat. Taraf itu menentukan tingkat tujuan yang harus dicapai oleh anak. Adakalanya keadaaan ini efektif tetapi kadang – kadang dapat pula merusak.
15. Minat.
Pelajaran berjalan lancar bila ada minat. Anak – anak malas, tidak belajar, gagal karena tidak adanya minat. Minat antara lain dapat dibangkitkan dengan cara – cara berikut :
a. Bangkitkan suatu kebutuhan ( Kebutuhan untuk menghargai keindahan, untuk mendapat penghargaan, dan sebagainya ).
b. Hubungkan dengan pengalaman yang lampau
c. Beri kesempatan untuk mendapat hasil yang baik, “Nothing succeeds like succes”. Tak ada yang lebih memberi hasil yang baik daripada hasil yang baik. Untuk itu bahan pelajaran disesuaikan dengan kesanggupan individu.
d. Gunakan pelbagai bentuk mengajar seperti diskusi, kerja kelompok, membaca, demonstrasi, dan sebagainya.
16. Suasana yang menyenangkan.
Anak – anak harus merasa aman dan senang dalam kelas sebagai anggota yang dihargai dan dihormati.
17. Tujuan yang diakui dan diterima baik oleh murid.
Motivasi selalu mempunyai tujuan. Kalau tujuan itu berarti dan berharga bagi anak, ia akan berusaha untuk mencapainya. Guru harus berusaha, agar anak – anak jelas mengetahui tujuan setiap pelajaran. Tujuan yang menarik bagi anak merupakan motivasi yang terbaik.
18. Beberapa petunjuk singkat
1. Usahakan agar tujuan jelas dan menarik. Motif mempunyai tujuan. Makin jelas tujuan makin kuat motivasi.
2. Guru sendiri harus antusias mengenai pelajaran yang diberikannya.
3. Ciptakan suasana yang menyenangkan. Senyum yang menggembirakan suasana.
4. Usahakan agar anak – anak turut serta dalam pelajaran. Anak – anak ingin aktif.
5. Hubungkan pelajaran dengan kebutuhan anak.
6. Pujian dan hadiah lebih berhasil dari hukuman dan celaan. Sebaiknya biarlah hasil baik dalam pekerjaan merupakan hadiah bagi anak.
7. Pekerjaan dan tugas harus sesuai dengan kematangan dan kesanggupan anak.
8. Mengetahui hasil baik menggiatkan usaha murid.
9. Hasil buruk, apalagi bila terjadi berulang – ulang mematahkan semangat.
10. Hargailah pekerjaan murid.
11. Berilah kritik dengan senyuman. Janganlah anak mendapatkan kesan, bahwa guru marah padanya. Tetapi hanya kecewa atas hasil pekerjaannya atau perbuatannya. “To motivate a chield is to arrange conditions so that he wants to do what he is capable of doing”. Memotivasi anak berarti mengatur kondisi – kondisi sehingga ia ingin melakukan apa yang dapat dikerjakannya.
Bila seorang belajar untuk mencari penghargaan berupakan angka, hadiah, diploma, sarjana dan sebagainya, ia didorong oleh motivasi eksintrik, oleh sebab itu tujuan – tujuan itu terletak di luar perbuatan itu, yakni tidak terkandung di dalam perbuatan itu sendiri. “The goal is artificially introduced”. Tujuan itu bukan sesuatu yang wajar dalam kegiatan. Anak – anak didorong oleh motivasi intrinsik, bila mereka belajar agar lebih sanggup mengatasi kesulitan – kesulitan hidup, agar memperoleh pengertian, pengetahuan, sikap baik, penguasaan kecakapan. Hasil – hasil itu sendiri telah merupakan hadiah.
“The reward of a thing well done is to have done it” (Emerson). Ganjaran bagi sesuatu yang dilakukan dengan baik ialah telah melakukannya. Jadi motivasi ekstrinsik disini tidak perlu.
Akan tetapi di sekolah sering digunakan motivasi ekstrinsik seperti angka – angka, pujian, ijazah, kenaikan tingkat, celaan, hukuman, dan sebagainya. Motivasi ekstrinsik dipakai oleh sebab pelajaran – pelajaran sering tidak dengan sendirinya menarik dan guru sering kurang mampu untuk membangkitkan minat anak.
Manfaat Motivasi
Tensing dan Hillary rela menderita susah payah untuk mencapai puncak Mount Everest. Tukang becak mendayung becak di panas terik atau hujan lebat membawa muatannya melalui jalan yang mendaki. Pemain bulu tangkis berlatih berjam-jam lamanya setiap hari untuk menghadapi pertandingan internasional. Pelajar mengurung dirinya dalam kamar untuk menyiapkan dirinya menempuh ujian. Di belakang setiap perbuatan kita terdapat suatu motivasi yang mendorong kita melakukannya.
Juga untuk belajar di perlukan motivasi ’’Motivasion is an essential condition of learning’’. Hasil belajar pun banyak di tentukan oleh motivasi. Makin tepat motivasi yang kita berikan, makin berhasil pelajaran itu. Motivasi menentukan intensitas usaha anak belajar.
Motivasi melepaskan energi atau tenaga yang ada pada seseorang.
Setiap motivasi bertalian erat dengan suatu tujuan. Tensing dan Hillary mungkin ingin membuktikan kesanggupan manusia untuk menaklukan puncak tertinngi itu. Tukang becak menahankan panas dan hujan untuk mencari nafkah bagi anak isterinya.
Motivasi mempunyai tiga fungsi:
a) Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi.
b) Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai
c) Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus di jalankan yang serasi guna mencapai tujuan itu, dengan menyampingkan perbuatan-perbuatan yang tak bermanfaat bagi tujuan itu. Seorang yang betul-betul bertekad menang dalam pertandingan, tak akan menghabiskan waktunya bermain kartu, sebab tidak serasi dengan tujuan.
Dalam bahasa sehari-hari motivasi dinyatakan dengan: hasrat, keinginan, maksud, tekad, kehendak, cita-cita, keharusan, kesediaan, dan sebagainya.
Hubungan antara guru dan motivasi
Pengetahuan tentang timbulnya motivasi belajar serta hambatan belajar memperoleh makna pedagogis yang istimewa, apabila dipertimbangkan dua hal berikut ini:
1. Penyebab utama timbulnya pengukuhan positif maupun negatif, atau dengan
perkataan lain pengalaman berhasil atau gagal bukanlah pada suatu fenomena alam yang misterius, melainkan pada pengajar.
2. Perkiraan akan gagal dan hambatan belajar di peroleh dalam proses interaksi sosial yang buruk kondisinya. Karena itu umumnya dapat dilenyapkan lagi dengan mengadakan kondisi belajar yang baik.
Dengan lain perkataan, pengajar dapat sangat mempengaruhi perkembangan motivasi dengan jalan membentuk corak pengajarannya secara selaras serta melalui bentuk-bentuk perilaku tertentu dalam interaksi yang berlangsung antara dirinya dan pengajar. Dengan begitu timbul pertanyaan, Bagaimanakah seharusnya sikap pengajar agar mendorong timbulnya motivasi belajar. Untuk menjawabnya, di perhatikan berbagai aspek:
- Perilaku yang memperkukuh perilau belajar,
- ’’ Teknik-teknik motivasi’’ khusus untuk pengajar,
- Gaya interaksi sosial dalam proses mengajar dan belajar pada umumnya.
Pengaruh motivasi terhadap keberhasilan siswa :
1) Mendorong pengukuhan positif pada diri siswa.
2) Merangsang aktivitas belajar secara mandiri
3) Motif mendorong individu untuk mencapai tujuan. Makin jelas tujuan, makin besar pula motivasi dalam melakukan suatu perbuatan.
4) Membantu murid untuk menyadari kelebihan dan kelemahan diri sendiri.
5) Mendorong siswa menumbuhkan kepercayaan pada diri sendiri.



Minggu, 10 Juni 2012

Hilangnya Pendidikan Berbasis Kejujuran

Setidaknya itulah yang terasa sejak pekan lalu, hari-hari ini, dan dua pekan ke depan, ketika ujian nasional (UN) digelar dari tingkat SMU, SMP, dan SD. Selalu yang muncul ke permukaan adalah hal-hal yang merisaukan tentang tiadanya kejujuran dalam pendidikan.

Pendidikan semestinyalah berlandaskan kejujuran. Sebab, kejujuran itulah sebenarnya yang menjadi moral dasar proses belajar-mengajar. Tanpa moral semacam itu, maka pendidikan hanya ada pada angka-angka evaluasi anak didik; tanpa mempersoalkan apakah hakikat dari pendidikan berhasil atau tidak.

Padahal, angka-angka itu bisa dibuat. Ironisnya, kadang-kadang bisa dipesan. Itulah sebabnya, setiap penyelenggaraan UN, kita selalu berkutat pada persoalan yang menjadi lingkaran setan: sebuah proses evaluasi yang telah ternoda, berapa pun kadarnya.

Sebab apa? Sebab, kita lebih percaya pada angka-angka. Kita mengabaikan proses dasar sebenarnya. Kita tidak konsentrasi penuh pada proses pendidikan, pengajaran, atau pengasahan.

Sebuah sekolah begitu bangga bisa meluluskan siswanya 100%. Juga kabupaten/kota atau provinsi. Kebanyakan targetnya adalah kelulusan 100%, tetapi tidak diimbangi dengan upaya sejak awal bagaimana mencapai target tersebut.

Hal serupa juga merasuk kepada kalangan orang tua siswa. Bagi mereka, kelulusan adalah hal terpenting. Tak peduli bagaimana cara mencapainya. Yang penting adalah secarik kertas bernama tanda kelulusan, bukan hakikat dari kelulusan itu sendiri.

Maka, setiap kali penyelenggaraan UN, yang lebih mencuat adalah keculasan-keculasan. Ihwal kebocoran soal UN lah. Soal beredarnya jawaban lah. Soal pesan SMS berisikan jawaban yang entah dikirim dari mana lah.

Kebijakan pendidikan kita, melalui proses perbaikan yang dilakukan secara berkala, kita akui mengalami kemajuan yang signifikan. Adanya political will pemerintah memberikan anggaran terbesar untuk pendidikan, patut kita syukuri. Sekolah, terutama dari tingkat pendidikan dasar, sudah mencapai ke pelosok-pelosok desa.

Tetapi, tetap harus ada yang kita sarankan kepada pemerintah. Yakni, bagaimana pemerintah bersama stakeholder lainnya, mengembalikan kejujuran ke pendidikan. Bahwa pendidikan bukanlah semata-mata untuk mengejar angka pada kertas hasil evaluasi, melainkan adalah transformasi ilmu dari pendidik kepada anak didik. Itu lebih penting ketimbang angka evaluasi yang tinggi, tetapi dicapai dengan cara-cara yang tidak elok.

Jika paradigma pendidikan seperti itu, terutama berbasiskan kejujuran, sudah diterapkan dari hulu hingga hilir, kita yakin persoalan-persoalan yang selalu ramai setiap penyelenggaraan UN ini, takkan terjadi lagi. Kalaupun terjadi, yakinlah, tidak akan seriuh seperti saat ini.

Selasa, 24 April 2012

MODEL PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE


Salah satu model yang saat ini populer dalam pembelajaran adalah MODEL PEMBELAJARAN PICTURE AND PICTURE model ini merupakan salah satu bentuk model pembelajaran kooperatif. Gambar ini sangat cocok untuk pembelajaran Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia dan Matematika. Tetapi model ini tepat dapat digunakan dalam mata pelajaran yang lain dengan kemasan dan kreatifitas guru.
Sejak di populerkan sekitar tahun 2002, model pembelajaran mulai menyebar di kalangan guru di Indonesia.
Dengan menggunakan model pembelajaran tertentu maka pembelajaran menjadi menyenangkan. Selama ini hanya guru sebagai actor di depan kelas, dan seolah-olah guru-lah sebagai satu-satunya sumber belajar.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi sudah sedemikian rupa, dimana setiap orang dapat memperoleh informasi dari seluruh dunia hanya di dalam kamar saja dengan layanan internet, maraknya penerbitan guru dan sumber-sumber lain yang tidak kita duga.
Pembelajaran modern memiliki ciri Aktif, Inovatif, Kreatif, dan Menyenangkan. Model apapun yang digunakan selalu menekankan aktifnya peserta didik dalam setiap proses pembelajaran. Inovatif setiap pembelajaran harus memberikan sesuatu yang baru, berbeda dan selalu menarik minat peserta didik. Dan Kreatif, setiap pembelajarna harus menimbulkan minat kepada peserta didik untuk menghasilkan sesuatu atau dapat menyelesaikan suatu masalah dengan menggunakan metoda, teknik atau cara yang dikuasai oleh siswa itu sendiri yang diperoleh dari proses pembelajaran.
Model Picture And Picture untuk kalangan SMA memang paling cocok untuk pembelajaran tiga mata pelajaran yang telah disebutkan di atas, sedangkan di tingkat SD dan SMP hampir semua mata pelajaran dapat menggunakan model ini.
Setiap model harus kita persiapkan dengan baik agar proses pembelajaran dapat berlangsung efektif, tanpa persiapan yang matang pembelajaran apapun akan menjadikan siswa menjadi jenuh. Model pun harus berganti-ganti dalam beberapa pertemuan agar PBM tidak monoton.
Model Pembelajaran ini mengandalkan gambar sebagai media dalam proses pembelajaran. Gambar-gambar ini menjadi factor utama dalam proses pembelajaran. Sehingga sebelum proses pembelajaran guru sudah menyiapkan gambar yang akan ditampilkan baik dalam bentuk kartu atau dalam bentuk carta dalam ukuran besar. Atau jika di sekolah sudah menggunakan ICT dalam menggunakan Power Point atau software yang lain.
Langkah-langkah dalam PICTURE AND PICTURE adalah sebagai berikut:
1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
Di langkah ini guru diharapkan untuk menyampai apaka yang menjadi Kompetensi Dasar mata pelajaran yang bersangkutan. Dengan demikian maka siswa dapat mengukur sampai sejauh mana yang harus dikuasainya. Disamping itu guru juga harus menyampaikan indicator-indikator ketercapaian KD, sehingga sampai dimana KKM yang telah ditetapkan dapat dicapai oleh peserta didik.

2. Menyajikan materi sebagai pengantar
Penyajian materi sebagai pengantar sesuatu yang sangat penting, dari sini guru memberikan momentum permulaan pembelajaran. Kesuksesan dalam proses pembelajaran dapat dimulai dari sini. Karena guru dapat memberikan motivasi yang menarik perhatian siswa yang selama ini belum siap. Dengan motivasi dan teknik yang baik dalam pemberian materi akan menarik minat siswa untuk belajar lebih jauh tentang materi yang dipelajari.

3. Guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi
Dalam proses penyajian materi, guru mengajar siswa ikut terlibat aktif dalam proses pembelajaran dengan mengamati setiap gambar yang ditunjukan oleh guru atau oleh temannya. Dalam pembelajaran bahasa Inggris atau bahasa Indonesia siswa dapat mencerikan kronologi, jalan cerita atau maksud dari gambar yang ditunjukan. Dalam Pelajaran Matematika dapat digambarkan tentang kubus, segitiga atau lainnya dari sini dapat digambarkan mengenai diagonal, diagonal ruang, tinggi atau luas bidang.
Dalam pelajaran Geografi dapat ditunjukan bagaimana dengan proses terjadinya batuan. Ingatlah bahwa jika dapat divisualisasikan kenapa harus pakai kata-kata. Dengan Picture atau gambar kita akan menghemat energy kita dan siswa akan lebih mudah memahami materi yang diajarkan.
Dalam perkembangakan selanjutnya sebagai guru Anda dapat memodifikasikan gambar atau mengganti gambar dengan video atau demontrasi yang kegiatan tertentu seperti membuat kopi, menggoreng tempe dan sebagainya.

4. Guru menunjuk/memanggil siswa secara bergantian memasang/mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis.
Di langkah ini guru harus dapat melakukan inovasi, karena penunjukan secara langsung kadang kurang efektif dan siswa merasa terhukum. Salah satu cara adalah dengan undian, sehingga siswa merasa memang harus menjalankan tugas yang harus diberikan.
Gambar-gambar yang sudah ada diminta oleh siswa untuk diurutan, dibuat, atau dimodifikasi. Jika menyusunan bagaiaman susunananya. Jika melengkapi gambar mana gambar atau bentuknya, panjangnya, tingginya atau sudutnya.
Perlu di ingat uratan dalam pembuatan harus benar sebagai contoh dalam matematikan untuk menggambar diagonal ruang adalah langkah yang harus dilakukan dengan benar sampai ditemukan diagonal ruangnya.
Untuk menceritakan gambar dalam bahasa Inggris atau bahasa Indonesia ada urutan-urutan yang harus dilakukan.

5. Guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut
Setelah itu ajaklah siswa menemukan rumus, tinggi, jalan cerita, atau tuntutan KD dengan indikator yang akan dicapai. Ajaklah sebanyak-banyaknya peran siswa dan teman yang lain untuk membantu sehingga proses diskusi dalam PBM semakin menarik.

6. Dari alasan/urutan gambar tersebut guru memulai menanamkan konsep/materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai
Dalam proses diskusi dan pembacaan gambar ini guru harus memberikan penekanan-penekanan pada hal ini dicapai dengan meminta siswa lain untuk mengulangi, menuliskan atau bentuk lain dengan tujuan siswa mengetahui bahwa hal tersebut penting dalam pencapaian KD dan indikator yang telah ditetapkan.
Pastikan bahwa siswa telah menguasai indicator yang telah ditetapkan.

Minggu, 22 April 2012

HARI IBU

LAGU MARS HARI IBU
MERDEKA MELAKSANAKAN DHARMA PERLAMBANG TEKAD KAUM WANITA
BAHU MEMBAHU DENGAN KAUM PRIA MENCAPAI KEMERDEKAAN BANGSA
MEMPERSIAPKAN GENERASI MUDA JADI PENRUS PERJUANGAN BANGSA
BULAN DESEMBER DUA PULUH DUA TAHUN DUA PULUH DELAPAN
AWAL KESATUAN GRAK WANITA INDONESIA MENINGKATKAN PRAN WANITA JADI
TEKAD KITA
MENJADI MITRA SEJAJAR PRIA DALAM PEMBANGUNAN BANGSA
HARI BU INDONESIA PEMBANGKIT SEMANGAT JUANG KITA

HARI IBU

HYMNE HARI IBU
SEKUNTUM MELATI LAMBANG KASIH NAN SUCI
IBU INDONESIA PEMBINA TUNAS BANGSA
BERKORBAN, SADAR CITA TERCAPAI DENGAN GIAT BEKERJA
MERDEKA LAKSANAKAN BHAKTI PADA IBU PERTIWI
WANITA INDONESIA SEBAGAI IBU BANGSA
INSAN PEMBANGUNAN MITRA SEJAJAR PRIA
MERDEKA MELAKSANAKAN DHARMA TUK MENCAPAI CITA-CITA
INDONESIA NAN JAYA ADIL MAKMUR MERATA

MENJADI GURU YANG BAIK ATAU TIDAK SAMA SEKALI

Tantangan Guru di Era Global dan Otonomi Daerah

Memasuki abad ke 21 kita  menghadapi perubahan-perubahan besar dan amat fundamental dilingkungan global. Perubahan lingkungan strategis pada tataran global tersebut tercermin pada pembentukan forum-forum seperti GATT, WTO, dan APEC, NAFTA dan AFTA, IMG-GT, IMS-GT, BIMP-EAGA, dan SOSEKMALINDO yang merupakan usaha untuk menyongsong perdagangan bebas dimana pasti akan berlangsung tingkat persaingan yang amat ketat.  Suatu perubahan regulasi yang semula monopoli (monopoly) menjadi persaingan bebas (free competition). Demikian pula, terjadi pada pasar yang pada awalnya berorientasi pada produk (product oriented) beralih pada orientasi pasar (market driven), serta dari proteksi (protection) berpindah menjadi pasar bebas (free market ).
Kemajuan ekonomi diberbagai negara, sangat terkait dengan kualitas Sumber Daya Manusia. Contohnya Singapura dan Jepang. Walaupun sumber daya alam yang dimilikinya terbatas, tetapi karena kualitas sumber daya manusianya unggul, kedua negara tersebut menjadi pemimpin ekonomi di kawasan Asia. Untuk itu perlu mengantisipasi keadaan ini dengan memperkuat kemampuan bersaing diberbagai bidang dengan pengembangan Sumber Daya Manusia. Sayangnya SDM kita saat ini memprihatinkan, menurut UNDP. Indonesia menempati peringkat 109 dari 174, peringkat daya saing ke –46 yang paling bawah di kawasan Asia Tenggara, Singapura ke-2, Malaysia ke-27. Phillipina ke –32, dan Tailand ke –34, dan termasuk negara yang paling korup didunia.
Dalam upaya peningkatan SDM, peranan pendidikan cukup menonjol. Dari pengalaman beberapa negara menunjukkan bahwa dalam menuju perubahan struktural, dengan meningkatnya pembangunan ekonomi telah terjadi proporsi tenaga kerja di bawah pendidikan dasar yang semakin mengecil, sedangkan proporsi tengan kerja berpendidikan menengah dan tinggi semakin meningkat. Berbeda dengan negara lain yang mengalami tinggal landas, proporsi yang berpendidikan dasar dan menengah di Korea pada pertengahan tahun 70-an cukup besar yaitu 19 persen tidak berpendidikan, 43 persen berpendidikan dasar, 31 persen berpendidikan menengah dan 7 persen berpendidikan tinggi (Macharany, 1990). Selanjutnya, Yudo Swasono dan Boediono (Macharany, 1990) mengungkapkan bahwa struktur tenaga kerja Indonesia pada tahun 1985 adalah 53 persen tidak berpendidikan, 34 persen berpendidikan dasar, 11 persen berpendidiian menengah dan 2 persen berpendidikan tinggi. Bila kita ingin mencapai tinggal landas seperti Korea, diperkirakan struktur tenaga kerja menurut pendidikan dalam tiga skenario pertumbuhan GDP per kapita, yaitu rendah 6 persen, sedang 7 persen, dan tinggi 8 persen pada tahun 2019.

Sumber : Seputar Pendidikan

Senin, 26 Maret 2012

Pendidikan Kesehatan bagi Pelajar Perlu Bertahap

Jakarta, Pendidikan kesehatan bagi anak-anak sekolah perlu dilakukan secara bertahap. Pemerintah mendukung pendidikan kesehatan bagi anak sekolah melalui program usaha kesehatan sekolah (UKS) dan dokter kecil di jenjang SD, serta pengembangan kader kesehatan remaja di kalangsan siswa SMP dan SMA.
Program UKS dan dokter kecil sudah menjadi program pendidikan di sekolah. "Harapannya tidak hanya di SD, di SMP dan SMA juga perlu dilanjutkan dengan mengembangkan kader kesehatan remaja," kata Direktur Bina Kesehatan Anak Kementerian Kesehatan, Kirana Pritasari, pada peluncuran program Dokter Kecil Award 2012, Senin (26/3/2012) di Jakarta.
Menurut Kirana, pendidikan kesehatan di SD, utamanya untuk menyosialisasikan perilaku hidup sehat secara pribadi. Tujuannya supaya anak-anak SD dapat menerapkan perilaku hidup sehat sehari-hari secara mandiri, seperti mandi, menggosok gigi, serta mencuci tangan pakai sabun.
"Di SD, tantangannya adalah konsistensi pesan di sekolah dan rumah. Sebab, anak-anak SD ini kan sifatnya meniru. Karena itu, pemberian contoh dari orang dewasa akan membuat pesan perilaku hidup sehat pada anak bisa efektif," tutur Kirana.
Pendidikan kesehatan pribadi sejak dini ini penting. Sebab, perilaku hidup sehat masih menjadi tantangan di kalangan anak-anak dan keluarga.
Indeks pembangunan kesehatan masyarakat 2010 menunjukkan, rumah tangga yang memenuhi kriteria perilaku hidup sehat dan bersih dengan kategori baik secara nasional baru berkisar 35,7 persen. Adapun penduduk yang berperilaku benar dalam kebiasaan cuci tangan pakai sabun secara nasional hanya berkisar 24,5 persen. Padahal, perilaku hidup bersih dan sehta serta cuci tangan pakai sabun sangat efektif untuk mencegah beragam masalah kesehatan.
Menurut Kirana, pendidikan kesehatan pribadi pada murid SD perlu diperkuat sehingga menjadi perilaku hidup di kemudian hari. Anak-anak ini bisa menularkan perilaku hidup sehat dan bersih pada teman sebaya dan keluarga.
Adapun di jenjang SMP dan SMA, pendidikan kesehatan difokuskan pada informasi perilaku hidup yang berisiko. "Anak-anak remaja kan suka menantang bahaya, jadi perlu diberi pendidikan kesehatan yang membuat mereka paham akan risiko dari pilihan hidup yang tidak sehat," kata Kirana.
Soal perilaku keselamatan berkendara sepeda motor, misalnya, bisa jadi salah satu tema pendidikan kesehatan. Demikian juga dengan merokok. Topik kesehatan lain yang juga penting bagi remaja, yakni informasi mengenai risiko mengonsumsi minuman keras, narkoba, dan seks bebas. Juga perlu diinformasikan soal kesehatan reproduksi hingga bahaya HIV/AIDS.
"Di jenjang SMP dan SMA perlu mengajak siswa untuk menjadi kader kesehatan remaja, sehingga bisa menjadi agen perubahan untuk menghindarkan diri dari perilaku hidup yang berisiko terhadap kesehatan dan keselamatan jiwa. Para remaja ini dibimbing sekolah dan tenaga kesehatan yang ada mulai dari Puskesmas," papar Kirana. 

KOMPAS.com

Minggu, 25 Maret 2012

Boediono: Pendidikan adalah Investasi

Cilegon Wakil Presiden Boediono menyebut pendidikan adalah investasi yang dibutuhkan anak-anak bagi masa depan mereka. Boediono mengaku senang sistem swakelola dalam rehabilitasi kelas yang rusak.

"Pendidikan ini investasi juga, pendidikan sangat-sangat dibutuhkan demi masa depan anak-anak. Di antara investasi yang sangat prioritas adalah investasi buat anak-anak," ujar Boediono di Cilegon, Banten, Minggu (25/3/2012).

Menurut Boediono. pembangunan rehabilitasi kelas sejauh ini sudah baik. "Saya dapatkan common sense, perasaan, kita rasakan, program pembangunan ruang kelas SD-SMP, yang tahun ini kita targetkan semuanya baik swasta maupun negeri itu, sebanyak 173.000 ruang kelas," terangnya.

Pada pembangunan rehabilitasi kelas ini, pemerintah menerapkan pola kerja swakelola di mana sekolah dibantu oleh masyarakat.

"Saya senang, tadi saya cek, pengelolanya kompeten, ada kepala sekolah yang melaksanakan secara swakelola. Kalau dilaksanakan dengan baik tentu sangat ekonomis. Tidak perlu ada margin untuk pemborong/kontraktor, tidak perlu ada pajak. Jadi memang dilaksanakan secara kolegial," sebutnya.

Boediono juga memberika apresiasi kepada guru yang mengajar jauh di daerah-daerah pedesaan. Guru-guru tersebut disebut sebagai tulang punggung bagi para pengajar khususnya bagi para pengajar wanita.

Tidak hanya itu, mantan Gubernur BI ini juga berharap dapat melakukan rehabilitasi di tingkat SMA meski belum secara massal dapat dilakukannya.

"Belum secara massal karena uangnya kurang. Insya Allah, APBNP nanti akan menampung uang yang lebih banyak," ucapnya.

Muhammad Taufiqqurahman - detikNews

Rabu, 21 Maret 2012

Pemikiran Tokoh Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan


Manusia sebagai mahkluk yang mempunyai rasa keingintahuan tentang segala hal melahirkan proses pembelajaran. Sehingga seiring perkembangan menciptakan teori-teori dan pandangan tentang proses belajar mengajar dalam pembelajaran. Pandangan yang pertama adalah :
Pandangan kritik sosial dalam pembelajaran atau Teori Belajar Humanistik, yaitu proses belajar harus dimulai an ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Pelopornya adalah Jurgen Habermas. Teori ini lebih bersifat abstrak atau bisa dikatakan mengkaji bidang filsafat. Teori ini banyak membicarakan tentang pembentukan diri. Belajar untuk mencapai apa yang dicita-citakan oleh manusia atau konsep untuk membentuk manusia yang dicita-citakan.
Dalam pelaksanaannya, teori humanistik ini antara lain tampak juga dalam pendekatan belajar yang dikemukakan oleh Ausbel (Rene: 1996). Pandangannya tentang belajar bermakna atau meaningful learning, mengatakan bahwa belajar merupakan asimilasi bermakna. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Faktor motifasi dan pengalaman emosional sangat penting dalam peristiwa belajar. Banyak tokoh dalam aliran humanistik, diantaranya ialah
1. Kolb (Rene: 1996) yang terkenal dengan “Belajar Empat Tahap”,
2. Honey dan Mumford dengan pembagian macam-macam siswa,
3. Hubermas dengan “Tiga Macam Tipe Belajar, serta
4. Bloom dan Krathwahl yang terkenal dengan “Taksonomi Bloom.
1. Pandangan Kolb :
Menurut pandangan ini, belajar dibagi menjadi empat tahap :
1. Tahap Pengalaman Kongkret
2. Tahap Pengamatan Aktif dan Reflektif
3. Tahap Konseptualitas
4. Tahap Eksperimentasi Aktif
2. Pandangan Honey dan Mumford
Menggolongkan kelompok belajar menjadi empat macam :
1. Kelompok Aktivis
2. Kelompok Reflektor
3. Kelompok Teoris
4. Kelompok Pragmatis
Masing-masing kelompok mempunyai karateristik yang berbeda-beda.
3. Pandangan Hubermas
Pandangan ini berdasarkan pada interaksi dengan lingkungan, baik itu lingkungan alam maupun lingkungan sosial. Yaitu :
1. Belajar Teknis
2. Belajar Praktis
3. Belajar Emansipatoris
4. Aplikasi Teori Belajar Humanistik dalam Kegiatan Pembelajaran.
Kegiatan belajar yang dirancang secara sistematis, tahap demi tahap untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan memperhatikan segala aspek akan membuat belajar lebih bermakna sehingga menambah pengalaman belajar bagi para siswa. Langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan humanistic dapat digunakan sebagai acuan. Langkah-langkah tersebut yaitu :
1. Menentukan tujuan pembelajaran
2. Menentukan materi pembelajaran
3. Mengidentifikasi kemampuan awal peserta didik
4. Mengidentifikasi topik-topik pelajaran yang memungkinkan siswa secara aktif melibatkan diri dalam belajar
5. Merancang fasilitas belajar seperti lingkungan dan media pembelajaran
6. Membimbing siswa belajar secara aktif
7. Membimbing siswa untuk memahami hakikat atau makna dari pengalaman belajar
8. Membimbing siswa dalam membuat koseptualitas pengalaman belajarnya
9. Membimbing siswa dalam mengaplikasikan konsep-konsep baru ke dalam situasi nyata
10. Mengevaluasikan proses dan hasil belajar
Pandangan yang kedua adalah Pandangan Progresif dalam pembelajaran, yaitu peserta didik dipandang sebagai orang yang merupakan bagian dari masyarakat, sehingga proses pendidikan harus memiliki orientasi terhadap masyarakat.
Menurut Dewey, terdapat tiga tingkatan kegiatan yang biasa dipergunakan sekolah. Yaitu : Tingkatan pertama, untuk anak pada pendidikan pra sekolah; Tingkatan kedua, penggunakan bahan belajar yang bersumber dari lingkungan; Tingkatan ketiga, anak menemukan ide-ide atau gagasan, mengujinya dan menggunakan ide-ide atau gagasan tersebut untuk memecahkan persoalan yang sama.

Pandangan progresif memilki cara pandang berbeda dengan pendidikan tradisional, dalam hal :
1. Guru memiliki kendali dalam pembelajaran
2. Hanya percaya bahwa buku sebagai satu-satunya sumber informasi
3. Belajar yang pasif dan cenderung tidak faktual (behavior)
4. Memisahkan sekolah dengan masyarakat
5. Menggunakan hukuman fisik dalam menegakkan disiplin (behavior)

Pendidikan progresif mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Berikan kebebasan kepada anak untuk berkembang secara alamiah
2. Minat dan pengalaman langsung merupakan rangsangan yang paling baik untuk belajar
3. Guru memiliki peran sebagai nara sumber dan pembimbing kegiatan belajar
4. Mengembangkan kerja sama antara sekolah dengan keluarga, dan
5. Sekolah progresif harus menjadi laboratorium reformasi dan pengujian pendidikan.

Pandangan ketiga adalah Pandangan Sosiokultural Konstruktifis dalam Pendidikan, yaitu siswa secara terus menerus memeriksa informasi-informasi baru yang berlawanan dengan aturan lama dan merevisi aturan-aturan tersebut jika tidak sesuai lagi.
Revolusi kontruktif memiliki akar yang kuat dalam sejarah pendidikan yang lahir dari gagasan Piaget dan Vygotsky yang menekankan perubahan kognitif hanya terjadi konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasi-informasi baru.

Terdapat empat prinsip kunci dari teori kontruktif modern, yaitu :
1. Penekanannya dari hakikat sosial dari pembelajaran
2. Ide bahwa belajar paling baik apabila konsep itu berada dalam zona perkembangannya mereka
3. Adanya penekanan pada keduanya, yaitu hakikat social dari belajar dan zona perkembangan terdekat yang dinamakan dengan pemagangan kognitif.
4. adanya pemagangan kognitif (proses).

Menurut teori konstrukstif, pengetahuan bukanlah kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap obyek. Guru memiliki peran membantu agar proses pengonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Artinya guru hanya membantu siswa untuk membentuk pengatahuannya sendiri.
Pandangan selanjutnya ialah Pandangan Ki Hadjar Dewantara Terhadap Pendidikan. Menurut beliau, pendidikan adalah upaya untuk memerdekakan manusia dalam arti bahwa menjadi manusia yang mandiri agar tidka tergantung kepada orang lain baik lahir maupun batin. Ada beberapa falsafah yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan, yaitu :
1. Segala alat, usaha dan juga cara pendidikan harus sesuai dengan kodratnya
2. Kodratnya itu tersimpan dalam adat istiadat setiap masyarakat dengan berbagai kekhasan, yang kesemuanya itu bertujuan untuk mencapai hidup tertib dan damai
3. aDat istiadat sifatnya selalu berubah (dinamis)
4. Untuk mengetahui karateristik masyarakat saat ini diperlukan kajian mendalam tentang kehidupan masyarakat tersebut di masa lampau, sehingga dapat diprediksi kehidupan yang akan dating pada masyarakat tersebut
5. Perkembangan budaya masyarakat akan dipengaruhi oleh unsur-unsur lain, hal ini terjadi karena pergaulan antar bangsa.
Ruang Lingkup Kebudayaan Dalam Pendidikan
Menurut Tylor (1871) kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hokum, adapt istiadat, dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. J.J. Honningman membuat perbedaan atas tiga gejala kebudayaan, yaitu : Ideas, Activities dan Artifacts. Sedangkan Koentjaraningrat (1996) membedakan kebudayaan dengan empat wujud, yaitu : Artifact, Sistem tingkah laku dan tidakan berpola, Sistem gagasan, dan Sistem ideologis.
Unsur-unsur pokok kebudayaan dibagi 4, ini menurut Melville J. Herskovits, yaitu :
1. Alat-alat teknologi
2. Sistem ekonomi
3. Keluarga, dan
4. Kekuasaan politik.
Sedangkan menurut Malinowski, unsur-unsur pokok kebudayaan sebagai berikut :
1. Sistem norma yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat di dalam upaya menguasai alam sekelilingnya.
2. Organisasi ekonomi
3. Alat-alat dan lembaga atau petugas pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
4. Organisasi kekuatan
C. Kluckhohn (1953) menyebutkan unsur-unsur kebudayaan ini secara universal terdiri atas :
1. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia
2. Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi
3. Sistem kemasyrakatan
4. Bahasa
5. Kesenian
6. Sistem pengetahuan, dan
7. Religi.
Pendidikan memiliki peranan sangat penting dalam perkembangan bahkan matinya kebudayaan. Keluarga digunakan sebagai lembaga dalam mewariskan kebudayaan orang dewasa kepada anak-anaknya. Selain itu pada masyarakat modern, sekolah juga merupakan salah satu lembaga utama untuk mewariskan kebudayaan
Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan
Masyarakat sebagai satu sistem sosial yang di dalamnya terdapat aspek struktural, kultural, dan proses-proses sosial. Pendidikan nasional sebagai bagian dari pendidikan umat manusia harus berpartisipasi untuk bersama-sama membangun masyarakat madani. Menurut Tilaar (2000), upaya yang dilakukan dalam rangka demokratisasi pendidikan, ialah :
1. Perluasan dan pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan
2. Pendidikan untuk semua
3. Pemberdayaan dan pendayagunaan berbagai institusi masyarakat
4. Pengakuan hak-hak masyarakat termasuk pendidikan
5. Kerja sama dengan dunia usaha dan industri
Teori-teori pembelajaran yang menggunakan konsep pendidikan berbasis masyarakat, maka pembelajaran berwawasan kemasyarakatan didasarkan pada hal-hal berikut, yaitu :
1. Kebermaknaan dan kebermanfaatan bagi peserta didik
2. Pemanfaatan lingkungan dalam pembelajaran
3. Materi pembelajaran terintegrasi dengan kehidupan sehari-hari dengan peserta didik
4. Masalah yang diangkat dalam pembelajaran ada kesesuaian dengan kebutuhan peserta didik
5. Menekankan pada pembelajaran partisipatif yang berpusat pada peserta didik
6. Menumbuhkan kerja sama di antara peserta didik
7. Menumbuhkan kemandirian
Prinsip-prinsip pembelajaran berwawasan kemasyarakatan sebagai berikut :
1. Determinasi diri
2. Membantu dirinya sendiri
3. Mengembangkan kepemimpinan
4. Lokalisasi
5. Pelayanan terpadu
6. Menerima perbedaan
7. Belajar terus menerus

Senin, 19 Maret 2012

Pentingnya Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar di Indonesia

Potensi karakter yang baik telah dimiliki tiap manusia sebelum dilahirkan, tetapi potensi tersebut harus terus-menerus dibina melalui sosialisasi dan pendidikan sejak usia dini. Karakter merupakan kualitas moral dan mental seseorang yang pembentukannya dipengaruhi oleh faktor bawaan (fitrah-natural) dan lingkungan (sosialisasi atau pendikan-natural). Pendidikan merupakan salah satu wadah dalam menunjang pembentukan karakter tiap individu. Sekolah Dasar adalah merupakan pendidikan awal penanaman karakter anak dalam perkembangan dirinya. Tak bisa kita mungkiri bahwa banyaknya generasi di Indonesia, yang tidak mengenal dirinya sebagai bangsa Indonesiayang memiliki berbagai macam suku, budaya, dan kultur sosial yang berbeda.
Terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu: pertama, karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; kedua, kemandirian dan tanggungjawab; ketiga, kejujuran atau amanah, diplomatis; keempat, hormat dan santun; kelima, dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama; keenam, percaya diri dan pekerja keras; ketujuh, kepemimpinan dan keadilan; kedelapan, baik dan rendah hati, dan; kesembilan, karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan.
Meskipun semua pihak bertanggungjawab atas pendidikan karakter calon generasi penerus bangsa (anak-anak), namun keluarga merupakan wahana pertama dan utama bagi pendidikan karakter anak. Untuk membentuk karakter anak, keluarga harus memenuhi tiga syarat dasar bagi terbentuknya kepribadian yang baik. Yaitu,maternal bonding, rasa aman, stimulasi fisik dan mental. Selain itu, jenis pola asuh yang diterapkan orang tua kepada anaknya juga menentukan keberhasilan pendidikan karakter anak di rumah. Kesalahan dalam pengasuhan anak di keluarga akan berakibat pada kegagalan dalam pembentukan karakter yang baik.
Namun bagi sebagian keluarga, barangkali proses pendidikan karakter yang sistematis di atas sangat sulit, terutama bagi sebagian orang tua yang terjebak pada rutinitas yang padat. Karena itu, seyogyanya pendidikan karakter juga perlu diberikan saat anak-anak masuk dalam lingkungan sekolah, terutama sejak play group dan taman kanak-kanak. Di sinilah peran guru, yang dalam filosofi Jawa disebut digugu lan ditiru (didengar dan dicontoh), dipertaruhkan. Karena guru adalah ujung tombak di kelas, yang berhadapan langsung dengan peserta didik.
Kegagalan guru dalam menumbuhkan karakter anak didiknya, disebabkan seorang guru yang tak mampu memperlihatkan dan menujukkan karakter sebagai seorang yang patut didengar dan diikuti. Sebagai seorang gurutidak hanya sekedar menyampaikan materi ajar kepada siswa. Namun, yang lebih mendasar dan mutlak adalah bagaimana seorang guru dapat menjadi inspirasi dan suri tauladan yang dapat merubah karakter anak didiknyamenjadi manusia yang mengenal potensi dan karakternya sebagai makhluk Tuhan dan sosial.
Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian, dan akhlak mulia.Amanah UU Sisdiknas tahun 2003 itu bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama.
Jika karakter anak telah terbentuk sejak masa kecil mulai dari lingkungan sosial sampai Sekolah Dasar, maka generasi masyarakat Indonesia akan menjadi manusia-manusia yang berkarakteryang dapat menjadi penerus bangsa demi terciptanya masyarakat yang adil, jujur, bertartanggung jawabsehingga tercipta masyarakat yang aman dan tentram sebuah suatu negara.Pendidikan yang bertujuan melahirkan insan cerdas dan berkarakter kuat itu, juga pernah dikatakan Dr. Martin Luther King, yakni; intelligence plus character… that is the goal of true education (kecerdasan yang berkarakter adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya).
Memahami Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif. Beberapa negara yang telah menerapkan pendidikan karakter sejak pendidikan dasar di antaranya adalah Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan Korea. Hasil penelitian di negara-negara ini menyatakan bahwa implementasi pendidikan karakter yang tersusun secara sistematis berdampak positif pada pencapaian akademis.
Seiring sosialisasi tentang relevansi pendidikan karakter ini, semoga dalam waktu dekat tiap sekolah bisa segera menerapkannya, agar nantinya lahir generasi bangsa yang selain cerdas juga berkarakter sesuai nilai-nilai luhur bangsa dan agama.

oleh:
Taufik Hidayat

Rabu, 14 Maret 2012

PEMBELAJARAN BERWAWASAN MASYARAKAT

Pemikiran Tokoh Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan
Manusia sebagai mahkluk yang mempunyai rasa keingintahuan tentang segala hal melahirkan proses pembelajaran. Sehingga seiring perkembangan menciptakan teori-teori dan pandangan tentang proses belajar mengajar dalam pembelajaran. Pandangan yang pertama adalah :
Pandangan kritik sosial dalam pembelajaran atau Teori Belajar Humanistik, yaitu proses belajar harus dimulai an ditujukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Pelopornya adalah Jurgen Habermas. Teori ini lebih bersifat abstrak atau bisa dikatakan mengkaji bidang filsafat. Teori ini banyak membicarakan tentang pembentukan diri. Belajar untuk mencapai apa yang dicita-citakan oleh manusia atau konsep untuk membentuk manusia yang dicita-citakan.
Dalam pelaksanaannya, teori humanistik ini antara lain tampak juga dalam pendekatan belajar yang dikemukakan oleh Ausbel (Rene: 1996). Pandangannya tentang belajar bermakna atau meaningful learning, mengatakan bahwa belajar merupakan asimilasi bermakna. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Faktor motifasi dan pengalaman emosional sangat penting dalam peristiwa belajar. Banyak tokoh dalam aliran humanistik, diantaranya ialah
1. Kolb (Rene: 1996) yang terkenal dengan “Belajar Empat Tahap”,
2. Honey dan Mumford dengan pembagian macam-macam siswa,
3. Hubermas dengan “Tiga Macam Tipe Belajar, serta
4. Bloom dan Krathwahl yang terkenal dengan “Taksonomi Bloom.
1. Pandangan Kolb :
Menurut pandangan ini, belajar dibagi menjadi empat tahap :
1. Tahap Pengalaman Kongkret
2. Tahap Pengamatan Aktif dan Reflektif
3. Tahap Konseptualitas
4. Tahap Eksperimentasi Aktif
2. Pandangan Honey dan Mumford
Menggolongkan kelompok belajar menjadi empat macam :
1. Kelompok Aktivis
2. Kelompok Reflektor
3. Kelompok Teoris
4. Kelompok Pragmatis
Masing-masing kelompok mempunyai karateristik yang berbeda-beda.
3. Pandangan Hubermas
Pandangan ini berdasarkan pada interaksi dengan lingkungan, baik itu lingkungan alam maupun lingkungan sosial. Yaitu :
1. Belajar Teknis
2. Belajar Praktis
3. Belajar Emansipatoris
4. Aplikasi Teori Belajar Humanistik dalam Kegiatan Pembelajaran.
Kegiatan belajar yang dirancang secara sistematis, tahap demi tahap untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan memperhatikan segala aspek akan membuat belajar lebih bermakna sehingga menambah pengalaman belajar bagi para siswa. Langkah-langkah pembelajaran dengan pendekatan humanistic dapat digunakan sebagai acuan. Langkah-langkah tersebut yaitu :
1. Menentukan tujuan pembelajaran
2. Menentukan materi pembelajaran
3. Mengidentifikasi kemampuan awal peserta didik
4. Mengidentifikasi topik-topik pelajaran yang memungkinkan siswa secara aktif melibatkan diri dalam belajar
5. Merancang fasilitas belajar seperti lingkungan dan media pembelajaran
6. Membimbing siswa belajar secara aktif
7. Membimbing siswa untuk memahami hakikat atau makna dari pengalaman belajar
8. Membimbing siswa dalam membuat koseptualitas pengalaman belajarnya
9. Membimbing siswa dalam mengaplikasikan konsep-konsep baru ke dalam situasi nyata
10. Mengevaluasikan proses dan hasil belajar
Pandangan yang kedua adalah Pandangan Progresif dalam pembelajaran, yaitu peserta didik dipandang sebagai orang yang merupakan bagian dari masyarakat, sehingga proses pendidikan harus memiliki orientasi terhadap masyarakat.
Menurut Dewey, terdapat tiga tingkatan kegiatan yang biasa dipergunakan sekolah. Yaitu : Tingkatan pertama, untuk anak pada pendidikan pra sekolah; Tingkatan kedua, penggunakan bahan belajar yang bersumber dari lingkungan; Tingkatan ketiga, anak menemukan ide-ide atau gagasan, mengujinya dan menggunakan ide-ide atau gagasan tersebut untuk memecahkan persoalan yang sama. Pandangan progresif memilki cara pandang berbeda dengan pendidikan tradisional, dalam hal :
1. Guru memiliki kendali dalam pembelajaran
2. Hanya percaya bahwa buku sebagai satu-satunya sumber informasi
3. Belajar yang pasif dan cenderung tidak faktual
4. Memisahkan sekolah dengan masyarakat
5. Menggunakan hukuman fisik dalam menegakkan disiplin
Pendidikan progresif mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Berikan kebebasan kepada anak untuk berkembang secara alamiah
2. Minat dan pengalaman langsung merupakan rangsangan yang paling baik untuk belajar
3. Guru memiliki peran sebagai nara sumber dan pembimbing kegiatan belajar
4. Mengembangkan kerja sama antara sekolah dengan keluarga, dan
5. Sekolah progresif harus menjadi laboratorium reformasi dan pengujian pendidikan.
Pandangan ketiga adalah Pandangan Sosiokultural Konstruktifis dalam Pendidikan, yaitu siswa secara terus menerus memeriksa informasi-informasi baru yang berlawanan dengan aturan lama dan merevisi aturan-aturan tersebut jika tidak sesuai lagi. Revolusi kontruktif memiliki akar yang kuat dalam sejarah pendidikan yang lahir dari gagasan Piaget dan Vygotsky yang menekankan perubahan kognitif hanya terjadi konsepsi-konsepsi yang telah dipahami sebelumnya diolah melalui suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasi-informasi baru. Terdapat empat prinsip kunci dari teori kontruktif modern, yaitu :
1. Penekanannya dari hakikat sosial dari pembelajaran
2. Ide bahwa belajar paling baik apabila konsep itu berada dalam zona perkembangannya mereka
3. Adanya penekanan pada keduanya, yaitu hakikat social dari belajar dan zona perkembangan terdekat yang dinamakan dengan pemagangan kognitif.
Menurut teori konstrukstif, pengetahuan bukanlah kumpulan fakta dari suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang terhadap obyek. Guru memiliki peran membantu agar proses pengonstruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Artinya guru hanya membantu siswa untuk membentuk pengatahuannya sendiri.
Pandangan selanjutnya ialah Pandangan Ki Hadjar Dewantara Terhadap Pendidikan. Menurut beliau, pendidikan adalah upaya untuk memerdekakan manusia dalam arti bahwa menjadi manusia yang mandiri agar tidka tergantung kepada orang lain baik lahir maupun batin. Ada beberapa falsafah yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan, yaitu :
1. Segala alat, usaha dan juga cara pendidikan harus sesuai dengan kodratnya
2. Kodratnya itu tersimpan dalam adat istiadat setiap masyarakat dengan berbagai kekhasan, yang kesemuanya itu bertujuan untuk mencapai hidup tertib dan damai
3. aDat istiadat sifatnya selalu berubah (dinamis)
4. Untuk mengetahui karateristik masyarakat saat ini diperlukan kajian mendalam tentang kehidupan masyarakat tersebut di masa lampau, sehingga dapat diprediksi kehidupan yang akan dating pada masyarakat tersebut
5. Perkembangan budaya masyarakat akan dipengaruhi oleh unsur-unsur lain, hal ini terjadi karena pergaulan antar bangsa.
Ruang Lingkup Kebudayaan Dalam Pendidikan
Menurut Tylor (1871) kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hokum, adapt istiadat, dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. J.J. Honningman membuat perbedaan atas tiga gejala kebudayaan, yaitu : Ideas, Activities dan Artifacts. Sedangkan Koentjaraningrat (1996) membedakan kebudayaan dengan empat wujud, yaitu : Artifact, Sistem tingkah laku dan tidakan berpola, Sistem gagasan, dan Sistem ideologis.
Unsur-unsur pokok kebudayaan dibagi 4, ini menurut Melville J. Herskovits, yaitu :
1. Alat-alat teknologi
2. Sistem ekonomi
3. Keluarga, dan
4. Kekuasaan politik.
Sedangkan menurut Malinowski, unsur-unsur pokok kebudayaan sebagai berikut :
1. Sistem norma yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat di dalam upaya menguasai alam sekelilingnya.
2. Organisasi ekonomi
3. Alat-alat dan lembaga atau petugas pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
4. Organisasi kekuatan
C. Kluckhohn (1953) menyebutkan unsur-unsur kebudayaan ini secara universal terdiri atas :
1. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia
2. Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi
3. Sistem kemasyrakatan
4. Bahasa
5. Kesenian
6. Sistem pengetahuan, dan
7. Religi.
Pendidikan memiliki peranan sangat penting dalam perkembangan bahkan matinya kebudayaan. Keluarga digunakan sebagai lembaga dalam mewariskan kebudayaan orang dewasa kepada anak-anaknya. Selain itu pada masyarakat modern, sekolah juga merupakan salah satu lembaga utama untuk mewariskan kebudayaan
Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan
Masyarakat sebagai satu sistem sosial yang di dalamnya terdapat aspek struktural, kultural, dan proses-proses sosial. Pendidikan nasional sebagai bagian dari pendidikan umat manusia harus berpartisipasi untuk bersama-sama membangun masyarakat madani. Menurut Tilaar (2000), upaya yang dilakukan dalam rangka demokratisasi pendidikan, ialah :
1. Perluasan dan pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan
2. Pendidikan untuk semua
3. Pemberdayaan dan pendayagunaan berbagai institusi masyarakat
4. Pengakuan hak-hak masyarakat termasuk pendidikan
5. Kerja sama dengan dunia usaha dan industri
Teori-teori pembelajaran yang menggunakan konsep pendidikan berbasis masyarakat, maka pembelajaran berwawasan kemasyarakatan didasarkan pada hal-hal berikut, yaitu :
1. Kebermaknaan dan kebermanfaatan bagi peserta didik
2. Pemanfaatan lingkungan dalam pembelajaran
3. Materi pembelajaran terintegrasi dengan kehidupan sehari-hari dengan peserta didik
4. Masalah yang diangkat dalam pembelajaran ada kesesuaian dengan kebutuhan peserta didik
5. Menekankan pada pembelajaran partisipatif yang berpusat pada peserta didik
6. Menumbuhkan kerja sama di antara peserta didik
7. Menumbuhkan kemandirian
Prinsip-prinsip pembelajaran berwawasan kemasyarakatan sebagai berikut :
1. Determinasi diri
2. Membantu dirinya sendiri
3. Mengembangkan kepemimpinan
4. Lokalisasi
5. Pelayanan terpadu
6. Menerima perbedaan
7. Belajar terus menerus