WARALABA
Menurut
Asosiasi Franchise Indonesia, yang dimaksud dengan waralaba ialah:
Suatu
sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir dengan
pengwaralaba (franchisor) yang memberikan hak kepada individu atau perusahaan
untuk melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara
yang telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area
tertentu.
Selain
pengertian waralaba, perlu dijelaskan pula apa yang dimaksud dengan pemberi
waralaba dan penerima waralaba.
·
Pemberi waralaba (franchisor) adalah badan usaha atau
perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan/atau
menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan, atau ciri khas usaha
yang dimilikinya.
·
Penerima waralaba (franchisee) adalah badan usaha atau
perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan hak atas
kekayaan intelektual atau penemuan, atau ciri khas yang dimiliki pemberi
waralaba.
Waralaba di Indonesia
Di
Indonesia, sistem waralaba mulai dikenal pada tahun 1950-an, yaitu dengan
munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi. Perkembangan
kedua dimulai pada tahun 1970-an, yaitu dengan dimulainya sistem pembelian
lisensi plus, yaitu pewaralaba tidak sekadar menjadi penyalur, namun juga
memiliki hak untuk memproduksi produknya. Agar waralaba dapat berkembang dengan
pesat, maka persyaratan utama yang harus dimiliki satu teritori adalah
kepastian hukum yang mengikat baik bagi pengwaralaba maupun pewaralaba.
Karenanya, kita dapat melihat bahwa di negara yang memiliki kepastian hukum
yang jelas, waralaba berkembang pesat, misalnya di AS dan Jepang. Tonggak
kepastian hukum akan format waralaba di Indonesia dimulai pada tanggal 18 Juni
1997, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 16 Tahun
1997 tentang Waralaba. PP No. 16 tahun 1997 tentang waralaba ini telah dicabut
dan diganti dengan PP no 42 tahun 2007 tentang Waralaba. Selanjutnya
ketentuan-ketentuan lain yang mendukung kepastian hukum dalam format bisnis
waralaba adalah sebagai berikut:
·
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No.
259/MPP/KEP/7/1997 Tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan Tata Cara Pelaksanaan
Pendaftaran Usaha Waralaba.
·
Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No.
31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba
·
Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten.
·
Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.
·
Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.
Banyak
orang masih skeptis dengan kepastian hukum terutama dalam bidang waralaba di
Indonesia. Namun saat ini kepastian hukum untuk berusaha dengan format bisnis
waralaba jauh lebih baik dari sebelum tahun 1997. Hal ini terlihat dari semakin
banyaknya payung hukum yang dapat melindungi bisnis waralaba tersebut.
Perkembangan waralaba di Indonesia, khususnya di bidang rumah makan siap saji
sangat pesat. Hal ini ini dimungkinkan karena para pengusaha kita yang
berkedudukan sebagai penerima waralaba diwajibkan mengembangkan bisnisnya
melalui waralaba master (master franchise) yang diterimanya dengan cara mencari
atau menunjuk penerima waralaba lanjutan. Dengan mempergunakan sistem piramida
atau sistem sel, suatu jaringan format bisnis waralaba akan terus berekspansi.
Ada beberapa asosiasi waralaba di Indonesia antara lain APWINDO (Asosiasi
Pengusaha Waralaba Indonesia), WALI (Waralaba & License Indonesia), AFI
(Asosiasi Franchise Indonesia). Ada beberapa konsultan waralaba di Indonesia
antara lain IFBM, The Bridge, Hans Consulting, FT Consulting, Ben WarG
Consulting, JSI dan lain-lain. Ada beberapa pameran Waralaba di Indonesia yang
secara berkala mengadakan roadshow diberbagai daerah dan jangkauannya nasional
antara lain International Franchise and Business Concept Expo (Dyandra),
Franchise License Expo Indonesia (Panorama convex), Info Franchise Expo (Neo
dan Majalah Franchise Indonesia).
Franchisor dapat
menghasilkan pemasukan dari franchisee melalui:
·
Menjual franchise kepada franchisee
·
Menjual perlengkapan kepada franchisee
·
Mengumpulkan prosentase penjualan
·
Mengadakan pelatihan khusus/ penyediaan bahan baku
Pihak
franchisorpun akan mendapatkan keuntungan dalam hal:
·
Produk atau jasanya tersebar luas tanapa mengeluarkan
biaya promosi dan membuka cabang baru.
·
Standarisasi mutu atas produk atau jasa yang dihasilkan
·
Mendapatkan loyalty
·
Bisnis berkembang cepat di berbagai lokasi yang tentunya
meningkatkan keuntungan dengan memanfaatkan investasi franchisee.
Benefit yang akan
didapatkan oleh franchisee adalah:
·
Produk atau jasa yang sudah populer di kalanagan konsumen
sehingga dapat menghemat biaya promosi
·
Mendapatkan berbagai fasilitas dan dukungan manajemen
yang dilakukan oleh franchisor.
·
Mendapatkan image yang sama seperti perusahaan induk.
Terlepas dari
berbagai benefit yang di dapatkan franchisee, pihak franchisee pun sejatinya
juga mengalami kerugian, yaitu:
·
Biaya awal yang tinggi. Pada umumnya franchisee harus
mengeluarkan dana yang cukup besar dimana selain untuk kebutuhan investasi
awal, juga harus membayar pembelian franchise.
·
Tidak bisa bebas dalam mengembangkan usahanya karena
terikat dengan regulasi yang ditetapkan oleh franchisor.
·
Terikat oleh franchisor dalam hal pembelian bahan baku
agar produk yang dihasilkan standar.
·
Harus teliti untuk menghindari agar tidak terjebak pada
isi perjanjian dengan franchisor.
·
Franchisor akan terus menerima pemasukan dari royalty dan
penjualan franchisee.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar